Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun blak-blakan menyoroti seruan eks Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang menuding Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sebagai sosok penjahat HAM karena diduga terlibat pembunuhan enam Laskar FPI di KM 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Hal tersebut diungkapkan pengamat sosial dan politik itu dalam video LIVE! HRS SERUKAN BOIKOT FADIL IMRAN! di kanal YouTube Refly Harun.
Baca Juga: Habib Rizieq Boikot 2 Jenderal, Begini Reaksi Politikus PDIP
Menurut Refly Harun, perbedaan keterangan materi press conference yang disampaikan Dirkrimum Kombes Tubagus Ade Hidayat dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran itu sudah merupakan keganjilan. Menurutnya, Kapolda Fadil Imran menyebut ada 10 laskar FPI yang terlibat tembak menembak dengan anggota polisi dan menyebabkan 6 orang meninggal dunia dan 4 lainnya melarikan diri.
Refly Harun pun heran kenapa pernyataan Kapolda berbeda dengan Dirkrimum Tubagus yang menyebut hanya 6 orang yang terlibat. Refly menyebut, "Terus terang saja, kalau menyinggung soal 6 laskar FPI ini ada banyak hal-hal yang membuat kita, merasa akal sehat kita hilang. Walaupun sekarang ini sudah ada proses pengadilan terhadap dua tersangka yang satu sopir."
"Kenapa tidak ada satu orang pembesar pun yang dimintai pertanggungjawaban? Jadi seolah-olah tidak ada yang namanya command responsibility. Tanggung jawab hanya ditimpakan kepada tiga orang dan satu sudah meninggal dunia, tinggal dua lagi dengan catatan satu sekadar driver dan satu lagi yang melakukan penembakan," jelas Refly Harun.
Kalau jeli, tegas Refly, kita hanya mempermainkan logika saja. Maka, memang materi konferensi pers itu jauh sekali dengan 3 fakta atau 3 konstruksi kasus yang kemudian berkembang. "Pertama konstruksi kasus yang dibuat oleh Mabes Polri, kedua konstruksi kasus yang dibuat oleh Komnas HAM dan ketiga konstruksi kasus dalam dakwaan," ungkap Refly Harun.
"Ketiga konstruksi kasus itu tidak bicara tentang 10 orang, tidak ada cerita tentang 4 orang melarikan diri, tidak ada cerita tentang tembak-tembakan dan lain sebagainya dan 6 orang meninggal," sambungnya.
Menurut Refly Harun, yang ada adalah cerita tentang mobil Xenia saja yang menghabisi 4 orang di dalam mobil itu. Sementara, dua lainnya yang sudah dianggap meninggal dalam kisah tembak-menembak.
"Jadi kalaupun ada kisah tembak-menembak, menurut tiga versi itu, menimpa 2 orang saja yang mati," jelas Refly Harun.
Pertanyaannya adalah apakah benar terjadi tembak-menembak atau tidak? itu yang jadi persoalan, karena ketika mobil itu disetop di KM 50, penumpangnya disuruh turun. Dua di antara lainnya entah mati entah kritis.
"Kalau mereka memang memegang senjata tentu tidak begitu caranya untuk menyuruh mereka keluar, pasti harus dilumpuhkan terlebih dulu," ungkapnya.
Ini ada 4 orang yang masih hidup di dalam mobil 2 sudah mati atau sudah sekarat, tetapi belum ada yang namanya penyitaan senjata api kalau memang ada. Menurut Refly Harun, dari situ saja banyak keanehan.
"Jadi sebenarnya kalau kita mau mengusut kasus ini memang ya, sebenarnya Komnas HAM harus bertanya dari mana katakanlah Kapolda Metro Jaya itu punya materi press conference?" tegas Refly Harun.
"Karena kan tentu dia tidak mungkin mengarang sendiri. Kalau dia mengarang sendiri, namanya menyebarkan berita hoaks. Tidak mungkin mengarang sendiri," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: