Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Moeldoko Sudah Kena Prank Tiga Kali Berturut-turut, Dinilai Layak Dicongkel dari Kursi KSP

Moeldoko Sudah Kena Prank Tiga Kali Berturut-turut, Dinilai Layak Dicongkel dari Kursi KSP Kredit Foto: Sufri Yuliardi

"Moeldoko kena prank tiga kali. Sebelumnya oleh Darmizal dan Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril (Ihza Mahendra). Moeldoko makin kelihatan tidak kompeten sebagai Kepala Staf Presiden."

Sementara itu, pengamat politik Ubedilah Badrun mengatakan "Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama," kata Ubedilah menyitir pepatah, "Presiden biasanya ingin dikenang baik setelah usai menjabat. Ditengah terus menurunnya citra Jokowi, sayangnya langkah-langkah yang diambil KSP Moeldoko lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan Presiden Jokowi dalam menyiapkan legacy pemerintahannya."

Ubedilah mengingatkan bahwa bukan hanya dalam kasus Demokrat, Moeldoko melakukan manuver yang merugikan reputasi Pemerintah. 

"Dalam kasus Jiwasraya, terdakwa Hary Prasetyo pernah direkrut Moeldoko sebagai tenaga ahli. Pada saat itu, manipulasi keuangan para nasabah sudah dan sedang terjadi. Mustahil sebagai  Kepala Staf Presiden dan mantan Panglima TNI, Moeldoko tidak melakukan background check. Kalau Moeldoko berdalih tidak tahu, berarti kemampuan intelijennya lemah. Apapun alasannya, ini menunjukkan Moeldoko tidak kompeten sebagai pembantu Presiden."

Selain itu, lanjut Ubedilah, "Masih ada dugaan kasus Ivermectin yang berujung gugatan pada ICW. Ada dua pertanyaan besar yang belum dijawab Moeldoko: bagaimana ia menjelaskan potensi konflik kepentingan yang terjadi sebagai pembuat kebijakan di satu sisi dan sebagai pihak yang berpotensi menerima manfaat (beneficial ownership) dalam bisnis distribusi Ivermectin? Perpres no 13/2018 yang ditandatangani Presiden tegas mengatur soal ini. Selain itu, kenapa ia merespon riset ICW justru dengan gugatan pengadilan?"

Ubedilah, yang juga analis sosiologi-politik, sepakat dengan banyak politisi dan pengamat yang menyarankan agar Presiden Jokowi me-reshuffle Moeldoko jika tidak ingin citranya makin memburuk. 

"Saya banyak tidak setuju dengan sejumlah kebijakan Jokowi, tapi saya tahu ia pasti ingin meninggalkan legacy yang baik sebagai Presiden dengan caranya sendiri. Dalam konteks ini, manuver-manuver Moeldoko saya cermati lebih menjadi beban (liabilities) ketimbang aset bagi Jokowi dan pemerintahannya," tutup Ubedilah.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: