Saham biasa adalah surat berharga komersial dalam bentuk piagam atau sertifikat hak milik yang memberikan pemegangnya bukti atas kepemilikan dalam hal laba suatu perusahaan tanpa batas.
Pemegang saham biasa dapat memilih dewan direksi dan memberikan suara pada kebijakan perusahaan. Bentuk kepemilikan ekuitas ini biasanya menghasilkan tingkat pengembalian jangka panjang yang lebih tinggi.
Namun, dalam hal likuidasi, pemegang saham biasa memiliki hak atas aset perusahaan hanya setelah pemegang obligasi, pemegang saham preferen, dan pemegang utang lainnya dilunasi. Hal ini membuat saham biasa lebih berisiko daripada utang atau saham preferen.
Baca Juga: Apa Itu Saham Aktif?
Namun, pemegang saham biasa mempunyai keuntungan dalam bentuk dividen dan keuntungan modal. Keuntungan dari saham biasa adalah mereka biasanya mengungguli obligasi dan saham preferen dalam jangka panjang.
Pemegang saham biasa dapat berpartisipasi dalam keputusan penting perusahaan melalui pemungutan suara. Mereka dapat berpartisipasi dalam pemilihan dewan direksi dan memberikan suara pada berbagai masalah perusahaan seperti tujuan perusahaan, kebijakan, dan pemecahan saham.
Banyak perusahaan menerbitkan ketiga jenis sekuritas. Misalnya, Wells Fargo & Company memiliki beberapa obligasi yang tersedia di pasar sekunder. Ia juga memiliki saham preferen, seperti Seri L (NYSE: WFC-L), dan saham biasa (NYSE: WFC).
Untuk menerbitkan saham, perusahaan harus memulai dengan melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO). IPO adalah cara yang bagus bagi perusahaan, mencari modal tambahan, untuk berkembang. Untuk memulai proses IPO, perusahaan harus bekerja dengan perusahaan perbankan investasi penjaminan emisi, yang membantu menentukan jenis dan harga saham. Setelah tahap IPO selesai, masyarakat umum diperbolehkan untuk membeli saham baru di pasar sekunder.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: