Alih-alih menaikkan tarif CHT untuk menekan prevalensi merokok di Indonesia, kenaikan tarif ini dinilai justru membuat peredaran rokok ilegal semakin marak, terutama di wilayah Batam dan Sumatera bagian utara.
Menurutnya, aturan ini kontra produktif. “Justru kalau cukai semakin tinggi, semakin tidak masuk akal, semakin banyak orang tidak membeli pita cukai atau akan mengakali pita cukai. Suatu saat, orang akan berani memproduksi sesuatu yang ilegal, dan negara justru tidak akan menerima pemasukan lagi dari Industri Hasil Tembakau (IHT),” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kenaikan tarif CHT yang tinggi bukan hanya akan mematikan industri kecil, tapi juga akan membuat negara ini menyesal, karena pada akhirnya, tembakau yang kita tanam sendiri, kita produksi sendiri, akan menjadi milik asing.
“Jangan sampai Indonesia menyesal pernah memiliki tembakau dan hanya tinggal sejarah. Padahal tembakau merupakan komoditi asli Indonesia yang telah menjadi aset dan dignity dari Indonesia.” Tutupnya.
Senada dengan Satriya Wibawa, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachyudi yang diwawancara via telepon menilai bahwa semakin tinggi kenaikan tarif cukai, maka akan semakin semangat produsen rokok ilegal memanfaatkan momentum ini.
“Data dari survey selama ini, konsumsi rokok tidak turun, tapi faktanya pembelian cukai menurun, artinya terdapat selisih yang diisi oleh rokok ilegal,” jelasnya. Ia juga mengatakan bahwa rokok ilegal tidak berjalan sendiri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: