Menguras Kantong Negara, Sri Mulyani: Aset Jakarta Dioptimalkan Buat Dana Bangun Ibu Kota Baru
Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim) terus berjalan. Untuk pembiayaannya, Kementerian Keuangan akan menggunakan aset pemerintah yang ada di Jakarta. Meski begitu, kementerian yang dikomandoi Sri Mulyani itu, berjanji tak akan menjual aset negara yang ada di Jakarta.
Meski sempat redup karena pandemi Covid-19, proyek pembangunan IKN hidup lagi. Presiden Jokowi sudah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) tentang Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) ke DPR, 29 September lalu. Surpres tersebut diantar Menteri Sekretaris Negara, Pratikno dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional, Suharso Monoarfa. Baca Juga: PTPP Berhasil Tuntaskan Pembangunan Gedung Keuangan Negara Jayapura, Begini Respon Sri Mulyani
Jokowi juga sudah membahas pembangunan IKN bersama pimpinan partai koalisi pendukungnya, 25 Agustus lalu. Dia menegaskan, pembangunan IKN baru tetap jalan. Jokowi juga meminta partai koalisi ikut mensukseskannya.
Pembangunan IKN sendiri membutuhkan dana ratusan triliun. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pembangunan IKN ini akan memakan biaya sekitar Rp466,98 triliun.
Secara rinci, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan membiayai Rp91,29 triliun dan melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Rp252,46 triliun. Adapun pendanaan dari Badan Usaha ditargetkan Rp123,23 triliun.
Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu, Encep Sudarwan menjelaskan, untuk mendanai proyek IKN yang berasal dari APBN, pihaknya bakal menggunakan dari aset negara. Tidak semua, hanya yang ada di Jakarta.
Berdasarkan data yang dimiliki Kemenkeu, aset negara di Jakarta sekitar Rp 1.100 triliun. Terdiri dari gedung-gedung kementerian/Lembaga hingga Istana Negara yang rencananya bakal disewakan untuk membiayai mega proyek tersebut. Adapun secara keseluruhan, aset pemerintah hingga akhir 2020 tercatat sebesar Rp11.098 triliun.
“Aset yang di Jakarta itu kami optimalkan supaya bisa mendapatkan dana untuk pembangunan di Ibu kota baru. Tidak selalu dijual. Bisa juga kita kerja samakan dengan diberi waktu 30 tahun atau beberapa tahun. Nanti uangnya digunakan di sana,” urai Encep dalam media briefing DJKN, Jumat (26/11).
Hanya saja, ia tidak merinci gedung mana saja yang nantinya bakal disewakan, atau dikerjasamakan dengan pihak swasta. Atau aset mana saja yang dijual. Karena soal yang satu ini, masih menjadi pembahasan di internal pemerintah.
“Kami harus mengatur. Kami tak ingin buru-buru. Kalau buru-buru seolah butuh uang malah harganya rendah. Jadi kami tidak mau mengganggu market. Melihat pengoptimalannya seperti apa nantinya,” ungkap Encep.
Untuk anggaran tahap pertama pembangunan IKN, pemerintah menganggarkan Rp 510 miliar dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Kepala Biro Komunikasi Kemenkeu, Puspa Rahayu mengatakan, anggaran tersebut digelontorkan sesuai dengan Perpres 85/2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022.
“Proyek Prioritas Strategis/Major Project Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022 untuk Pembangunan IKN sebesar Rp 510 miliar yang akan dilaksanakan oleh beberapa kementerian/lembaga,” terangnya.
Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan, rencana pembangunan IKN memang nyata adanya. RUU IKN sudah disepakati, dan dibahas dalam Panitia Khusus (Pansus) IKN.
“Mungkin sekarang semua fraksi sudah menyerahkan daftar nama anggota untuk Pansus yang jumlahnya 53 orang. PDIP telah mengirim 12 nama anggota,” ujar Hendrawan, saat dihubungi tadi malam.
Dalam pembahasan itu, memang ada pemikiran Jakarta tetap diposisikan menjadi pusat niaga. Jadi aset negara seperti gedung, kendaraan, peralatan kantor, dan lainnya, bisa dijual atau disewakan kepada swasta.
Hasilnya, dapat digunakan untuk menambah anggaran dalam proses pemindahan IKN. Namun, politisi PDIP itu memberi catatan kepada kementerian yang dipimpin Sri Mulyani, semua harus dihitung secara rinci dan realistis.
Hendrawan menegaskan, pindah ibu kota itu jangan diartikan semuanya pindah. Pasti bertahap, sesuai dengan kriterianya. “Jika ‘ABC’ dipenuhi, maka pindah tahap pertama dilakukan. Jika ‘CDE’ masuk tahap kedua. Jika ‘FGH” maka bisa tahap berikutnya. Sampai nanti ekologi Ibu Kota pemerintahan negara terbangun,” bebernya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berharap, pemerintah komitmen tidak menjual aset di Jakarta untuk membiayai pemindahan IKN. Alasannya, Jakarta bakal menjadi lokasi yang strategis. Begitu juga aset yang dimiliki negara.
“Pada awalnya kan hanya ingin partisipasi dari investor swasta. Janjinya begitu. Tidak mengandalkan APBN. Tapi kemudian, kenapa pemerintah seakan menggadaikan aset negara,” cecar Bhima.
Menurut dia, pemerintah terkesan memaksakan pemindahan IKN di tengah keterbatasan keuangan. Instrumen yang akan digunakan pun cenderung memaksa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: