Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

SIN Pajak Mampu Mencegah Korupsi Dan Mewujudkan Indonesia Sejahtera

SIN Pajak Mampu Mencegah Korupsi Dan Mewujudkan Indonesia Sejahtera Kredit Foto: Istimewa

Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber sebagaimana diatur dalam Pasal 35A UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 akan menjadi bahan dalam melakukan audit baik audit perpajakan maupun audit korupsi.

SIN Pajak menjadi perwujudan digitalisasi transparansi akan bekerja melakukan audit secara elektronik (e-audit) dengan konsep link and match. Jika dilihat dalam konteks kasus korupsi, bahwa uang atau harta baik dari sumber yang legal maupun ilegal selalu digunakan dalam 3 (tiga) sektor, yaitu konsumsi,investasi, dan tabungan.

Dalam konsep SIN Pajak, 3 (tiga) sektor tersebut wajib memberikan data dan terhubung secara sistem dengan sistem perpajakan. artinya uang dari sumber yang legal maupun ilegal tersebut dapat terekam secara sempurna dalam sistem perpajakan.

Wajib Pajak akan menghitung pajak dan mengirimkan SPT ke otoritas perpajakan. otoritas perpajakan melalui konsep link and match akan dapat dipetakan data yang benar dan data yang tidak benar, serta data yang tidak dilaporkan dalam SPT. Artinya tidak ada harta yang dapat disembunyikan oleh Wajib Pajak.

Dalam penanganan kasus korupsi dikenal pembuktian terbalik, sehingga Wajib Pajak yang melaporkan SPT secara tidak benar akan diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa hartanya diperoleh secara legal.

Hal tersebut akan membuat Wajib Pajak akan berpikir ulang untuk melakukan sebuah perolehan harta secara ilegal. Dengan SIN Pajak, pada awalnya Wajib Pajak akan dipaksa untuk jujur, namun keterpaksaan tersebut lambat laun diyakini akan berubah menjadi sebuah budaya jujur.

Namun meskipun secara de jure SIN Pajak ini telah memiliki landasan yang kuat, namun secara, de facto SIN Pajak ini belum dapat terlaksana. Sejumlah kendala membangun SIN antara lain ketentuan UU yang diduga belum lurus terkait dengan akses otoritas perpajakan terhadap transaksi keuangan.

Inkonsistensi regulasi diduga menjadi salah satu penyebabnya, dalam peraturan pelaksanaannya yang diatur dalam peraturan pemerintah, yang diduga diturunkan kembali dalam peraturan menteri serta surat edaran.

Aturan-aturan tersebut diduga membuat pengaturan yang  melampaui peraturan yang di atasnya, antara lain adanya subdelegasi aturan yang diduga tidak sesuai kaidah, pembatasan penggunaan maupun pembatasan nilai. Akibatnya tujuan dan sasaran dari UU yang mengaturnya tidak dapat terlaksana dengan baik.

Padahal jika kita tengok lagi sejarah Indonesia, konsep ini telah diperkenalkan berpuluh tahun sebelumnya. Tidak banyak orang yang tahu bahwa konseptor awal transparansi perpajakan ini adalah founding father kita, yaitu Bung Karno.

Pada 31 Desember 1965, sejarah mencatat dimana Bung Karno mengeluarkan Perppu 2/1965 mengenai peniadaan rahasia bagi aparat pajak. Konsep ini diperkenalkan kembali pada zaman pemerintahan Presiden Megawati, yaitu tahun 2001 yang ditandai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2001 sampai puncaknya penyerahan RUU KUP yang kemudian nantinya menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Undang-undang ini kemudian disempurnakan pada pada tahun 2017 oleh Presiden Joko Widodo melalui UndangUndang Nomor 9 Tahun 2017 yang meniadakan rahasia bagi aparat pajak.

Berdasarkan hal tersebut, sudah menjadi kewajiban kita untuk meluruskan peraturan perundangan SIN Pajak yang diduga tidak lurus demi terwujudnya SIN Pajak dan tercipta Budaya jujur untuk Indonesia yang Sejahtera. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: