Politisi Fahri Hamzah menilai, presidential threshold 20% perlu ditiadakan. Pasalnya, ketentutan tersebut hanya mempersempit peluang munculnya calon presiden yang lebih luas.
"Saya melihat sistem pemilu saat ini lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompok elite, tetapi mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia di berbagai daerah," ujar Fahri Hamzah dalam diskusi Gelora Talk bertema "Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia: Apakah Mungkin Jadi Gelombang?", Rabu (5/1/2022).
Baca Juga: Burhanuddin Muhtadin: Penerapan Presidential Threshold di Indonesia Beda dengan Negara Lain
Ia berpendapat, orang-orang yang akan maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden seharusnya memahami isu-isu yang ada di daerah, tak hanya fokus pada wilayah pusat negara.
"Orang Papua ingin berdebat dengan calon presiden, bagaimana nasib Papua ke depan. Begitu pun Aceh. Jangan capres muter-muter di Menteng terus menginginkan republik," tandasnya.
Menurutnya, ketentuan presidential threshold saat ini memicu efek yang lebih banyak terutama di Indonesia yang merupakan bangsa besar. Hal ini akan memicu kegelisahan kolektif.
"Masa ujug-ujug dimusyawarahkan oleh segelintir orang, tiba-tiba keluar dua nama, tanpa proses seleksi. 17 ribu pulau dan hampir 300 juta populasi ini disederhanakan dengan cara seperti itu," pungkasnya.
Untuk itu, Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu mendukung penghapusan presidential threshold 20%.
"Saya kira ini yang harus diakhiri dengan ketiadaan threshold yang seperti kemarin 20%," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: