Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kena OTT KPK, Ini Sederet Kebijakan Kontroversial Rahmat Effendi: Sempat 'Perang' dengan Anies

Kena OTT KPK, Ini Sederet Kebijakan Kontroversial Rahmat Effendi: Sempat 'Perang' dengan Anies Kredit Foto: Republika
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sebagai tersangka kasus gratifikasi dan suap lelang jabatan. Pria yang akrab disapa Pepen itu memiliki sederet kebijakan dan perjalanan yang mengundang kontroversial selama sembilan tahun memimpin Kota Patriot.

Rahmat Effendi mulai menjabat sebagai Wali Kota Bekasi pada 3 Mei 2012, menggantikan Wali Kota Bekasi sebelumnya Mochtar Mohamad yang juga tersandung skandal korupsi. Pada Pilkada Kota Bekasi 2013, Rahmat Effendi ikut mencalonkan diri dan terpilih sebagai Wali Kota Bekasi hingga terpilih lagi di Pilkada 2018 melanjutkan periodesasi keduanya.

Baca Juga: Bukan Main... Kedok "Sumbangan Masjid" Digunakan oleh Rahmat Effendi yang Kena Ciduk KPK

Selama menjabat Wali Kota Bekasi, berbagai kebijakan Rahmat Effendi memang sempat disorot. Bukan hanya kebijakannya yang berbeda, melainkan juga selalu menjadi viral dan kontroversial. Beberapa kalangan bahkan sempat mempertanyakan kebijakan Rahmat Effendi, yang disebut-sebut justru bukan membuat Kota Patriot ini maju, melainkan mengalami kemunduran.

Seperti kebijakannya yang menampilkan Kepala Bapenda Aan Suhanda pada 2019 yang bersama aliansi ormas, Aan, yang mewakili Wali Kota Bekasi meminta agar semua minimarket di Kota Bekasi melibatkan ormas untuk pengelolaan lahan parkir. Sontak kebijakan yang kemudian dituangkan melalui Perda No.10 tahun 2019 itu dikritik masyarakat karena hal ini membuat Pemda Kota Bekasi melibatkan preman dalam pengelolaan lahan parkir.

Sebelumnya pada 2018 Rahmat Effendi juga sempat perang urat syaraf dengan Pemprov DKI yang dipimpin oleh Gubernur Anies Baswedan. Hal ini terkait dengan pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Rahmat menilai Pemprov DKI tidak cakap mengelola TPST sehingga masih menimbulkan persoalan bagi warga Bekasi. Ia pun melarang truk sampah Pemprov DKI untuk membuang sampahnya ke TPST Bantargebang.

Namun, tuduhan Rahmat Effendi itu disikapi Anies dengan tudingan lain. Gubernur DKI Anies Baswedan menganggap persoalan sampah ini sudah selesai. Sementara, Wali kota Bekasi menggunakan persoalan sampah ini hanya untuk meminta dana kemitraan dari Pemprov DKI Jakarta.

Anehnya, ia juga pernah menyebut Kota Bekasi lebih baik bergabung ke wilayah DKI Jakarta daripada ke wilayah Jawa Barat seperti kawasan Kabupaten Bogor. Hal yang sama, ketika Rahmat Effendi bersurat ke Anies meminta bantuan dana untuk penanganan banjir di Kota Bekasi. Surat tersebut disampaikan kepada Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi yang diteruskan ke Gubernur Anies Baswedan.

Kebijakan kontroversial lain ketika Bang Pepen, sapaan akrabnya, menghentikan sementara program kartu sehat berbasis KS-NIK. Surat penghentian program KS-NIK itu bahkan ditandatangani langsung oleh Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Walaupun belakangan ia mengklarifikasi bahwa program KS-NIK tetap dilanjutkan selama tidak memiliki fungsi ganda dengan BPJS Kesehatan.

Ia juga sempat meminta tambahan dana kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang berasal dari dana bagi hasil pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Ia mengeklaim jika dikabulkan, dana tersebut akan dipakai menggratiskan biaya pendidikan SMA/SMK sederajat di Kota Bekasi.

Terakhir, beberapa hari sebelum terciduk KPK, Rahmat Effendi disorot karena anggaran karangan bunga di APBD Kota Bekasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari situs pengadaan barang dan jasa Pemkot Bekasi, pagu anggaran untuk pengadaan karangan bunga tahun 2022 mencapat Rp1.139.790.000.

Rahmat Effendi berdalih terus naiknya anggaran karangan bunga sebagai bentuk perhatian Pemkot Bekasi kepada warganya. Ia mengatakan hal itu agar warga Kota Bekasi bahagia.

"Rp1,1 miliar itu ya satu hari aja wali kota diundang oleh puluhan warga. Puluhan warga, warga itu tidak minta secara khusus wali kota datang atau biasanya kalau orang datang itu kan dikirim bunga itu aja udah senangnya bahagianya udah luar biasa. Jadi, jangan dilihat nilainya, tapi dilihat bentuk daerah, kepala daerah itu perhatian terhadap hubungan dengan warganya," ujar Pepen sehari sebelum terjerat OTT KPK.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: