Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Balihonya Sudah Mewabah, Tapi Airlangga Hartarto Tetap Ambyar Dijual, Terungkap Alasannya...

Balihonya Sudah Mewabah, Tapi Airlangga Hartarto Tetap Ambyar Dijual, Terungkap Alasannya... Baliho Puan dan Airlangga Berdampingan | Kredit Foto: Twitter/@sociotalker
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ektabilitas Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang sangat rendah berdasarkan temuan lembaga survei terkemuka harus menjadi peringatan sekaligus catatan merah untuk maju sebagai calon presiden 2024.

Bahkan rendahnya tingkat keterpilihan sang ketum itu juga bakal menjadi beban Partai Golkar dalam Pemilu 2024.

"Ini harus menjadi wake up call, apakah Airlangga maju jadi capres atau mengubah posisi menjadi cawapres," ujar Dosen Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Silvanus Alvin dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (16/1).

Baca Juga: Mekeng Minta Airlangga Mengundang GMPG dan Cari Solusi Bersama, "Jangan Tipis Kuping Hadapi Kritik"

Lalu apa yang membuat Airlangga gagal mendongkrak elektabilitas?

Alvin tegas menyatakan bahwa strategi gaya lama alias jadul masih diterapkan di tengah era digital seperti saat ini. Salah satu contohnya dengan menebar banyak baliho.

"Padahal baliho itu hanya dilihat sambil lalu saja. Di era digital saat ini komunikasi politik sudah tidak bisa gaya lama, ya kali masih pakai model begini elektabilitasnya ya pasti ambyar" paparnya.

Karena itu, Airlangga harus jalankan praktik dan pola pikir di jalur digital. Dalam kajian komunikasi politik di kenal level komunikasi politik berdasarkan generasi dan media yang digunakan.

"Misalnya Facebook (Meta) didominasi Generasi X. Kemudian ada Instagram dan YouTube yang didominasi generasi milenial. Dan tidak kalah penting ada TikTok di generasi Z," jelas Alvin.

Untuk itu, promosi diri yang dilakukan sebaiknya dilaksanakan secara digital di media sosial tersebut. Terlebih, pesaing Airlangga seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Erick Thohir, mereka mayoritas sudah punya YouTube Channel sendiri.

"Mereka menerapkan politainment di ranah digital karena publik mengenal politisi dari medsos. Siapa yang viral dan 'happening' di medsos bisa mengkonversi popularitas tersebut jadi nilai elektabilitas," beber Alvin.

Selain itu, lanjutnya, Airlangga juga tidak bisa hanya berusaha menang di survei. Dalam ranah komunikasi digital ada pemahaman akan sentiment analysis. Data berupa komentar publik di medsos bisa langsung memberikan gambaran jelas elektabilitas Airlangga.

Maka dari itu, langkah Airlangga ke depan dalam komunikasi politiknya perlu berubah. Jika masih terus seperti saat ini maka langkah menjadi capres akan sangat sulit, bahkan .

"Perolehan suara Golkar saat ini 12,8 persen sehingga butuh dukungan dari partai lain. Bila popularitas dan elektabilitas Airlangga tidak berubah maka sulit mencari partai yang mau mendukung Airlangga," pungkas Alvin.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: