Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Heboh Haji Metaverse, Turki Tegaskan Itu Bukan Ibadah Nyata!

Heboh Haji Metaverse, Turki Tegaskan Itu Bukan Ibadah Nyata! Kredit Foto: Antara/Saudi Ministry of Media/Handout via REUTERS
Warta Ekonomi, Ankara -

Arab Saudi pada Desember telah meluncurkan program metaverse yang memungkinkan pengguna untuk mengunjungi Ka'bah secara virtual. Proyek itu, yang disebut 'Virtual Hacerulesved' memungkinkan umat muslim di seluruh dunia untuk merasakan sensasi berziarah di kota suci Makkah.  

Melalui program itu, para pengguna bisa melihat Hajar Aswad secara virtual, batu yang dihormati orang Islam, yang diletakkan di salah satu sudut Ka'bah.

Baca Juga: Dinilai Sesuai Prosedur, Arab Saudi Puji Jamaah Umrah Indonesia

"Inisiatif ini memungkinkan umat Islam untuk melihat Hajar Aswad secara virtual sebelum ziarah ke Makkah," kata pejabat Saudi dalam sebuah pernyataan saat mengumumkan inisiatif tersebut.

Pengalaman mengunjungi Ka'bah secara virtual itu bisa diperoleh dengan menggunakan kacamata realitas virtual (VR), kata Techbrieflu dalam situsnya Januari lalu. 

Disebutkan pula bahwa pengalaman mengunjungi Ka'bah di metaverse tidak hanya menarik indra penglihatan dan pendengaran, tetapi juga sentuhan dan penciuman.

Proyek itu sendiri mulai diperkenalkan dalam sebuah upacara pada 14 Desember 2021, dengan kehadiran Abdul-Rahman al-Sudais, presiden umum Haramain.

Namun, sejak inisiatif itu dirilis, kontroversi mulai muncul di antara beberapa  kalangan muslim di seluruh dunia. Melalui media sosial, mereka ramai mempertanyakan apakah 'haji di metaverse' dapat dianggap sebagai "ibadah yang nyata".

Di antara mereka ada muslim di Turki yang mengajukan pertanyaan yang sama kepada Diyanet.

Menanggapi itu, Turki langsung bertindak dan akhirnya menyampaikan pendapatnya terkait dengan Virtual Hacerulesved, atau juga biasa dijuluki Hajar Al-Aswad Virtual.

Seperti diwartakan Hurriyet Daily News, Turki tegas menyebut bahwa mengunjungi Ka'bah di metaverse tidak akan dianggap sebagai 'haji yang sebenarnya'. Kepresidenan Urusan Agama Turki (Diyanet) baru saja menyampaikan pernyataan ini, setelah mereka berdiskusi soal Virtual Hacerulesved selama sebulan. 

"Mengunjungi Ka'bah dapat dilakukan di metaverse, tetapi itu tidak akan dianggap sebagai haji yang sebenarnya," kata Diyanet dalam sebuah pernyataan.

Hal senada diungkap langsung oleh Direktur Departemen Layanan Haji dan Umrah Diyanet, Remzi Bircan. Menurutnya, warga muslim sah-sah saja mengunjungi Ka'bah di metaverse, tetapi perlu diingat, itu bukan ibadah haji. 

Bircan mengatakan haji harus dilakukan dengan pergi ke kota suci dalam kehidupan nyata.

"(Haji di metaverse) ini tidak boleh terjadi. 

"Orang-orang beriman dapat mengunjungi Ka'bah di metaverse, tetapi itu tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang nyata. Kaki mereka mesti menyentuh tanah," kata Bircan, mengatakan pada Selasa (1/2) lalu.

Bircan kemudian berpendapat bahwa inisiatif Saudi tersebut mungkin hanya 'untuk promosi'.

Untuk mendukung analisisnya itu, Bircan pun memberi contoh program serupa, di mana warga bisa berkeliling mengunjungi Museum Arkeologi di Istanbul secara virtual.

"Seperti berkeliling museum dengan kacamata VR, orang Saudi memulai program perjalanan virtual ini untuk mempromosikan Ka’bah. Alih-alih religius, acara tersebut sepenuhnya merupakan inisiatif informatif," katanya.

Proyek ini direalisasikan oleh Badan Urusan Pameran dan Museum Arab Saudi, bekerja sama dengan Universitas Umm al-Qura.

Dalang proyek ini adalah Haramain, yang dapat diterjemahkan sebagai “dua tempat suci”, mengacu pada Makkah dan Madinah dan khususnya dua masjid suci di kota-kota tersebut.

Abdullah Tirabzon, seorang akademisi dari Fakultas Teologi Universitas Istanbul, sependapat dengan Diyanet.

"Virtual dan realitas tidak akan pernah bisa sama. Setelah Anda melakukan kunjungan virtual ke Ka'bah, Anda bukan peziarah atau umrah sejati," ujar Tirabzon.

Namun, dalam pernyataan lanjutan, Tirabzon ikut menyoal tentang bahaya dan risiko metaverse dalam istilah agama. Menurutnya, jika sekarang ada ide 'haji metaverse', maka dikhawatirkan di masa depan, akan ada yang namanya 'salat metaverse'.

"Jika seseorang muncul dengan gagasan 'haji di metaverse' hari ini, maka besok yang lain bisa terpental dengan gagasan 'salat di metaverse'. Ini semua adalah pemikiran yang kedaluwarsa," katanya.

 Metaverse adalah jaringan dunia virtual 3D yang berfokus pada koneksi sosial.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: