“Pertumbuhan ekonomi yang solid dan berkelanjutan menjadi syarat utama bagi Indonesia untuk bertransformasi menuju perekonomian yang maju. Hal ini membutuhkan dukungan dari struktur transaksi berjalan yang sehat, yang didukung oleh sektor manufaktur yang kuat." Hal tersebut disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo, dalam sesi “Recover Stronger: Shifting Toward Higher Value-Added Industries"(14/2/2022), yang merupakan bagian dari seminar side event dalam rangkaian pertemuan kedua tingkat Deputi Kementerian Keuangan dan Bank Sentral (Finance and Central Bank Deputies Meeting/FCBD) dan pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers and Central Bank Governors Meetings/FMCBG) Presidensi G20 yang berlangsung mulai tanggal 14 sd. 19 Februari 2022 di Jakarta.
Lebih lanjut, Dody menyampaikan bahwa hilirisasi menjadi bagian dari upaya pengembangan industri manufaktur dengan menciptakan struktur industri yang kuat dan bernilai tambah tinggi. Hal tersebut akan mendorong peningkatan ekspor bernilai tambah tinggi dan terintegrasi dengan global value chain sekaligus mengurangi impor.
"Hilirisasi dapat memperkuat keterkaitan domestik dengan industri pendukung dari daerah lainnya yang mendorong pembangunan yang semakin inklusif," tukasnya. Baca Juga: Dongkrak Ekonomi, BI Tekankan Pentingnya Pembayaran Digital
Sementara itu, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Solikin M. Juhro menjelaskan, BI berupaya memelihara stabilitas nilai Rupiah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui strategi bauran kebijakan yang bersinergi dengan reformasi struktural Pemerintah.
Di tengah potensi hilirisasi yang dimiliki, terdapat berbagai tantangan yang masih mengemuka, baik dampak hilirisasi kepada perekonomian yang perlu diperluas, maupun tantangan terkait faktor produksi, serta regulasi dalam hal implementasi industri hijau.
Terkait tantangan hilirisasi ini, Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri, Ignatius Warsito memberikan gambaran mengenai tantangan dari sisi pembiayaan hijau, implementasi teknologi rendah karbon, serta bantuan teknis dan pelatihan yang diperlukan.
Sementara itu, Henry Ma, Senior Economist Asian Development Bank menyampaikan tentang pentingnya peningkatan kompleksitas produk ekspor, dukungan Pemerintah yang diperlukan untuk iklim investasi, serta keterlibatan sektor swasta dan mendiskusikan insentif yang diperlukan.
Adapun seminar yang dihadiri pembicara dari BI, Kementerian Perindustrian, Asian Development Bank, dan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya hilirisasi sumber daya mineral, membahas potensi dan tantangan yang muncul, serta merumuskan rekomendasi kebijakan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: