Bahkan melalui berbagai kebudayaan itu para wali meletakkan Islam dalam proses inkulturasi, memasukkan ketauhidan Islam melalui berbagai kebudayaan yang tumbuh ditengah tengah masyarakat.
Malah dengan kreatif, Sunan Kalijaga menciptakan berbagai tembang tembang Jawa sebagai sarana mengenalkan Islam dengan lembut, agar mudah dipahami dan diterima di tanah Jawa. Misalnya saja kita mengenal tembang tombo ati, lir ilir, turi putih, mampir ngombe, dll, kesemuanya diterima dengan baik dan menjadi ruang dakwah kultural yang menyentuh hati.
Baca Juga: Terkait Wayang Haram, Respons Ketua MUI Luar Biasa, Katanya...
Sunan Kalijogo pun menggunakan wayang kulit untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat di Tuban dan sekitarnya. Jika wayang pra Islam tidak mengenai eksistensi Sang Hyang Tunggal, Sunan Kalijogo mengenalkan eksisten Sang Hyang Tunggal dalam kisah pewayangan. Islam menjadi mudah dipahami, tanpa harus mengganggu eksistensi liyan.
Seiring bergulirnya waktu, para pendakwah Islam di nusantara harusnya lebih bijak dan bajik. Sayangnya banyak pihak memahami Islam tanpa konteks. Menganggap pemahamannya paling benar, dan ditawarkan secara kasar ditengah tengah masyarakat. Berkembangnya media sosial menjadi sarana kian memudahkan distribusi puritanisme Islam, dampaknya memang berbahaya bagi keutuhan kita sebagai negara bangsa yang terus berproses.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: