Kredit Foto: Antara/Didik Suhartono
Menurut Bukhori, indikator yang diungkap BNPT terkesan menyudutkan umat dan Islam. Narasi itu yang sebenarnya sudah ditinggal sejumlah negara di dunia.
“Ketika kita masih berkubang dalam narasi serupa, sangat tidak relevan dengan apa yang menjadi isu prioritas global saat ini seperti mitigasi dampak perubahan iklim dan pemulihan dari pandemi,” beber legislator Daerah Pemilihan I Jawa Tengah itu.
Baca Juga: BNPT Umbar Ciri Penceramah Radikal, Anwar Abbas Beri Jawaban Menohok, Sampai Kutip Omongan Orang AS!
Bukhori kemudian menyebut pangkal radikalisme sebenarnya ketidakadilan, baik di bidang hukum, ekonomi, sosial, dan politik.
Tidak hanya itu, hilangnya kesejahteraan, rasa aman, dan munculnya rasa keterasingan di negeri sendiri turut berkontribusi terhadap munculnya bibit radikalisme.
“Jadi, akar masalahnya bukan terletak pada agama. Benih-benih kekerasan itu dapat muncul, salah satunya, akibat kian lebarnya jurang ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin.”
Menurut Bukhori, negara seharusnya hadir menjawab persoalan ketidakadilan di Indonesia demi menyelesaikan persoalan radikalisme.
Misalnya, negara melalui pemerintah membuat instrumen kebijakan yang memihak pada kaum yang lemah serta konsisten menunaikan amanat konstitusi.
“Oleh karena itu, seharusnya pemerintah fokus saja mengatasi hulu persoalan, yakni ketidakadilan ketimbang menghabiskan energi pada isu radikalisme yang justru memicu pembelahan sosial di masyarakat,” pungkas Bukhori.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar