Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertumbuhan Pay Later dan Maraknya E-Commerce

Pertumbuhan Pay Later dan Maraknya E-Commerce Kredit Foto: Unsplash/Taan Huyn

Ia juga menjelaskan penyebaran pay later yang luas juga membantu dirinya untuk melakukan metode pembayaran di mana saja baik gerai offline maupun online.

“Untuk sejauh ini saya sudah menggunakan pay later di banyak tempat. Lebih sering sih di tempat online seperti e-commerce yaa, tapi kadang juga di kafe atau waktu belanja harian juga pernah,” tuturnya.

Saat ditanya soal kepemilikan kartu kredit, Syifa mengaku tidak memilikinya dan belum berminat. Sejauh ini menurutnya kehadiran pay later sebagai opsi pembayaran cukup membantunya dalam memenuhi kegiatan sehari-hari yang semakin seamless

“Saya tidak menggunakan kartu kredit, alasan saya tidak ingin membuat kartu kredit karena dengan pay later sudah sangat membantu dengan limit yang bisa saya tentukan dengan cicilan yang sangat ringan dan bisa digunakan ke mana saja,” imbuhnya.

Hadir untuk Masyarakat Underbanked

Penetrasi internet yang berkembang dengan pesat, jumlah pengguna ponsel dan media sosial yang tumbuh dengan cepat, jumlah penduduk usia kerja yang tinggi, lingkungan regulasi yang kondusif, serta investasi yang kian meningkat, ternyata juga membantu pertumbuhan industri pay later. Hal ini sejalan dengan adanya kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap opsi pembayaran alternatif.

Nailul Huda menyebut, permintaan kredit konsumsi meningkat dari beberapa tahun terakhir, tetapi relatif sedikit perbankan mengeluarkan atau menyetujui pembukaan kredit konsumsi (kartu kredit) dari masyarakat. Menurutnya, dengan menurunnya minat masyarakat terhadap kartu kredit, pay later bisa menjadi pemimpin pasar pembiayaan yang konsumtif.

“Masyarakat saat ini juga sudah mulai pindah dari layanan kartu kredit menjadi pay later. Nah, hal itu bisa dilihat dari jumlah penerbitan kartu kredit yang menurun cukup signifikan dalam beberapa bulan ke belakang. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya tampaknya mereka pindah ke pay later di mana cukup mudah juga proses administrasinya,” tuturnya.

Ia juga menyampaikan bagi masyarakat underbanked, pay later menjadi pilihan utama dibandingkan dengan kartu kredit. Pasalnya biasanya bank perlu data-data perbankan yang susah didapatkan oleh masyarakat. Maka dari itu, masyarakat pindah ke pay later.

Sama halnya dengan Nailul Huda, menurut Kredivo, potensi pengembangan industri pay later juga dilihat sebagai sebuah strategi yang efektif dan efisien dalam menjangkau masyarakat underbanked di Indonesia, yang jumlahnya masih tinggi di Indonesia. Dibandingkan negara Asia Tenggara lain, Indonesia punya penetrasi kartu kredit rendah yaitu di

bawah 5%. Tercatat, sekitar 26% atau 47 juta jiwa dari total populasi penduduk dewasa di Indonesia telah memiliki rekening bank, namun masih menghadapi keterbatasan akses ke layanan keuangan konvensional di ranah pembiayaan konsumen seperti kartu kredit dan KTA. Bahkan, jumlah populasi underbanked di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.

“Tak heran jika saat ini berbagai kolaborasi strategis juga dilakukan di antara bank konvensional dan pelaku industri pay later mulai dari pendanaan lini kredit, hingga menghadirkan kartu fisik pay later guna menjangkau lebih banyak masyarakat, terutama kelompok underbanked tersebut,” jelas Indina.

Berdasarkan statistik Bank Indonesia (BI), jumlah instrumen e-money di Indonesia telah mencapai 513.968.693 pada Agustus 2021. Sedangkan pada periode yang sama, akumulasi penyaluran pinjaman mencapai Rp249 triliun kepada 68,41 juta penerima pinjaman (borrower) dengan jumlah transaksi mencapai Rp479 juta.

Faktor Utama

Lebih lanjut, setidaknya berikut tiga faktor utama yang disebutkan oleh Kredivo terkait pertumbuhan industri pay later

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: