Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertumbuhan Pay Later dan Maraknya E-Commerce

Pertumbuhan Pay Later dan Maraknya E-Commerce Kredit Foto: Unsplash/Taan Huyn
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pembayaran cicilan skema bayar tunda atau buy now pay later (BNPL) menjadi salah satu industri yang kian tumbuh sejak pandemi covid-19 melanda, khususnya di Indonesia. BNPL memungkinkan pelanggan membeli barang dan jasa secara online atau offline dan membayar belakang dalam batas waktu tertentu. Jika pembayarannya melewati batas waktu yang ditentukan, biasanya dikenakan denda dengan sistem kelipatan bunga.

Pertumbuhan yang luar biasa itu juga dipengaruhi oleh perdagangan elektronik alias e-commerce. Tak bisa lagi dinafikkan dalam kehidupan sehari-hari trennya berkembang dengan berbagai bentuk layanan, seperti halnya pay later.

Survei dari perusahaan rintisan SurveySensum memperkirakan, layanan pengiriman kilat, live streaming, omni-channel bahkan pembayaran mencicil akan jadi tren di e-commerce tahun ini. Prediksi itu tertuang dalam laporan bertajuk Tren E-commerce 2022 di Indonesia.

Baca Juga: Pembayaran Digital Kian Digemari, OVO Hadir di Semua E-Commerce Unicorn Indonesia!

Menurut peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, salah satu kunci tingginya minat masyarakat terhadap pay later adalah kemudahan syarat administrasi. Pay later bahkan dapat secara perlahan menggantikan kartu kredit.

Hal ini, menurutnya, juga menjadikan celah tersebut dimanfaatkan oleh penyedia layanan pay later. Orang yang tidak memiliki kartu kredit, tetapi ingin membeli barang, akan mencari pembiayaan alternatif yang memungkinkan mereka mengajukan kredit, apalagi dengan didukung hadirnya e-commerce dengan alternatif pay later dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pay later ini kan masuk ke dalam ekosistem dari e-commerce sekarang. Jadi kenaikan transaksi e- commerce sudah sewajarnya akan meningkatkan permintaan dari pay later sendiri,” jelasnya Selasa (15/3/2022).

Salah satu perusahaan pay later di Indonesia, Kredivo, juga melihat potensi pengembangan industri pay later yang terus tumbuh menjadi primadona di tengah tren transaksi digital saat ini.

Menurut VP Marketing and Communications Kredivo, Indina Andamari, pada awal Kredivo hadir di 2016 lalu, penetrasi pay later di Indonesia masih berada pada tahap awal, bahkan belum cukup familiar di beberapa kalangan masyarakat Indonesia.

“Namun, saat ini industri pay later telah menjadi industri yang terus bertumbuh secara signifikan dalam waktu relatif cepat. Kebutuhan masyarakat akan opsi metode pembayaran fleksibel di tengah rendahnya penetrasi kartu kredit di Indonesia masih menjadi faktor utama bagi pertumbuhan industri ini,” ungkap Indina Andamari saat diwawancarai Warta Ekonomi beberapa waktu lalu.

Ia menyebutkan industri pay later juga terus beriringan dengan pengembangan industri e-commerce. Hal ini pun tercermin dari preferensi konsumen dalam memilih metode pembayaran digital untuk berbelanja di e-commerce, dengan 27% responden menggunakan pay later untuk berbelanja di e-commerce paling tidak satu kali dalam setahun terakhir, bersaing dengan metode pembayaran e-wallet dan transfer bank. Sementara itu, transaksi pay later di e-commerce Indonesia juga mengalami peningkatan hingga 8,7 kali.

“Sektor e-commerce menjadi salah satu fokus utama kami dalam meningkatkan penetrasi setiap tahunnya. Kredivo pun telah melakukan integrasi fitur pay later dengan wallet share setidaknya 50% di mayoritas merchant e-commerce di Indonesia,” jelas Indina. 

Sejalan dengan itu, menurut Neni Veronica, Head of Go To Market, GoPayLater, pertumbuhan bisnis pay later secara umum terus bertumbuh. Hal ini tercermin dari sejumlah riset global, salah satunya Research and Markets yang dirangkum PRNewswire. Survei Q4-2021 lembaga ini mengungkapkan industri pay later di Asia Pasifik akan naik 61,5% secara tahunan menjadi 133,69 miliar dolar di 2022.

Ia juga menyebutkani Indonesia, menurut survei BNPL Q4 2021, pay later diperkirakan tumbuh sebesar 94,7% secara tahunan mencapai 2,66 miliar dolar pada tahun 2022. Pertumbuhan BNPL dalam jangka menengah hingga panjang akan tetap kuat dan diperkirakan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) 33.3% selama 2022-2028 di Asia Pasifik. Total transaksi (GMV) BNPL juga diperkirakan akan meningkat dari 82,81 miliar dolar pada tahun 2021 menjadi 749,22 miliar dolar pada tahun 2028.

“Survei ini juga mengungkap Indonesia merupakan salah satu negara yang mencatat permintaan yang kuat untuk opsi pembayaran BNPL pada periode ini. Kami melihat potensi pada GoPayLater yang akan mengikuti tren pertumbuhan ini,” sebut Neni.

Sama halnya dengan data dari Indina dan Neni, Syifa Siti Nurfauziyah, salah satu pengguna aktif pay later menyebutkan dirinya sudah menggunakan layanan ini sejak pandemi merebak di Indonesia. Ia menyebutkan penggunaan dari pay later membantu sistem ekonominya saat di masa kritis dan meringkas metode pembayaran yang selama ini ia gunakan.

“Saya sendiri saat ini sudah pakai pay later sejak dua tahun, kira-kira saat awal pandemi. Dari pengalaman saya, pay later bisa mempermudah membeli apa saja kebutuhan saya di saat keuangan sedang tidak stabil. Apalagi dengan cicilan yang rendah bunganya,” ungkapnya saat diwawancarai.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: