Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Saat Wayang Diharamkan, Logo Halal Diwayangkan

Saat Wayang Diharamkan, Logo Halal Diwayangkan Kredit Foto: Instagram/BPJPH
Warta Ekonomi, Jakarta -

Urusan halal haram dalam sebulan terakhir menjadi topik yang dibicarakan mulai dari warung kopi sampai kantor kementerian. Berawal dari tudingan kepada Ustaz Khalid Basalamah soal pengharaman wayang, polemik halal haram kembali mencuat setelah Kementerian Agama mengeluarkan logo halal baru yang disebut-sebut mirip Gunungan Wayang. Situasi ini menimbulkan persepsi: Saat wayang diharamkan, logo halal diwayangkan.

Pertengahan Februari 2022, Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Wilayah Banyumas Raya bakal melaporkan Ustaz Khalid ke Bareskrim Mabes Polri. Ustaz Khalid dituding mengharamkan wayang dan memusnahkan wayang.

Baca Juga: Perubahan Logo Halal, MUI Depok: Diganti Saja, Tulisannya Sulit Dibaca

"Kalau hanya dinyatakan dilarang (dalam Islam), itu sudah biasa. Tapi dalam anak kalimat berikutnya ada ujaran 'lebih baik dimusnahkan', ini sangat menyakitkan kami," kata Koordinator Pepadi Wilayah Banyumas Raya, Bambang Barata Aji di Banyumas, Jawa Tengah, seperti dinukil dari Antara, Minggu (13/2/2022).

Polemik pun muncul, sejumlah pihak ikut berkomentar. Budayawan Sujiwo Tejo salah satu yang angkat bicara. Berprofesi sebagai dalang, Sujiwo Tejo menilai tudingan pengharaman wayang tidak salah atau tidak benar. Apalagi menurut dia, semua pendapat masing-masing warga negara dilindungi undang-undang, termasuk Ustaz Khalid.

"Cuma benar kalau memang dia yakin itu haram, apa salahnya ngomong haram, kan dilindungi undang-undang berpendapat itu," kata Sujiwo Tejo.

Jangankan wayang yang bikinan manusia sejak Wali Songo, kata Sujiwo Tejo, babi saja yang buatan Tuhan diharamkan tidak apa-apa. "Babi itu bikinan Tuhan loh, diharamkan apalagi wayang," kata Sujiwo Tejo.

Ulama kondang Gus Baha juga masuk dalam pusara pengharaman wayang. Dalam satu ceramahnya, Gus Baha mengatakan jika pengharaman wayang sudah jauh dilakukan para wali. Alasannya, wayang di era tersebut berbentuk menyerupai makhluk hidup.

Sunan Kalijaga yang ingin memakai wayang sebagai media dakwah ditentang Sunan Giri yang menyebut wayang haram karena berbentuk patung. Namun, Sunan Kudus memberikan ide dengan mengakali bentuk dari wayang thegul yang berbentuk seperti manusia. Wayang itu disarankan dipipihkan bentuknya, hingga menjadi wayang kulit.

"Kan masyhur itu, (Sunan) Kalijaga saking inginnya berdakwah di daerah Pajang, daerah sini lho, mulai Pajang daerah sini, di Sragen sampai ke sini. Sampai membuat wayang thengul, wayang thengul itu wayang orang," kata Gus Baha.

"Sunan Giri tidak terima. (Sunan Giri berkata) 'Itu haram membuat patung. Kalau membuat patung itu nanti di akhirat disuruh memberi nyawa'. Sunan Kalijaga tidak begitu banyak ngaji orang mantan preman jadi wali. Ngaji fashlun itu, nggak begitu banyak ngaji," ujar Gus Baha.

"Walhasil akhirnya di tengah-tengahi oleh Sunan Kudus yang lebih alim, lebih senior. (Kata Sunan Kudus) 'Sudah gini aja, wayangnya itu dipenyetkan jadi wayang kulit, karena kalau wayang thengul itu (berbentuk) patung. Tapi kalau gepeng (seperti) kulit sudah tidak bisa dikasih nyawa, sudah penyet semua," kisah Gus Baha sembari tertawa. Dipipihkannya wayang thegul menjadi wayang kulit untuk menghindari keharaman.

Pengharaman wayang pun kian keruh saat Gus Miftah menggelar pertunjukan wayang di Ponpes Ora Aji. Dalam pertunjukan wayang yang dipimpin Dalang Ki Warseno Slenk, muncul karakter wayang bergambar Ustaz Khalid Basalamah. Dalam pertunjukan itu, wayang Ustaz Khalid dinilai banyak pihak dilecehkan, mulai dari diperankan sedang melakukan transaksi dengan PSK, hingga dimaki-maki dan dipukuli hingga tangannya putus.

Gus Miftah dikecam banyak pihak. Termasuk oleh Derry Sulaiman yang mengatakan Ustaz Khalid dijadikan wayang itu sudah kurang ajar. Awalnya Gus Miftah menegaskan pertunjukan wayang adalah tanggung jawab dalang karena dia sebagai penyelenggara tidak bisa mengintervensi. Meski pada akhirnya, Gus Mifta meminta maaf.

Dalam akun Instagramnya, Gus Miftah mengklarifikasi soal pertunjukan wayang hingga sajak yang dia buat. Menurutnya, gelaran wayang dibuat panitia, lakon wayang menjadi kewenangan dalang, sedangkan sajak memang dibuatnya sendiri.

"Bagi yang mau tahu saja, bedakan, 1. nanggap wayang, 2. cerita wayang. Nanggap wayang itu panitya, cerita dan lakon wayang itu otoritas dalang. Sajak yang viral itu tanggung jawab saya silahkan kalau tidak sefaham. Tapi cerita dan lakon wayang itu otoritas dalang sepenuhnya," tulis Gus Miftah di akun Instagramnya.

"Nggak urusan yang penting yang mengadakan kamu......y udah gpp yang salah saya," tambahnya.

Ustaz Khalid sendiri tak lama langsung memberikan klarifikasi dan permintaan maaf atas polemik wayang yang terjadi. Dalam akun resmi Instagramnya, @khalidsasalamahofficial, Senin (14/2/2022), Ustdz Khalid menegaskan dalam jawaban di potongan video yang viral tersebut, tidak ada kata-katanya yang mengharamkan wayang. Ia menyampaikan hanya mengajak agar menjadikan Islam sebagai tradisi.

"Video ini teman-teman kami buat untuk klarifikasi sekaligus permohonan maaf atas potongan pertanyaan yang diajukan salah satu cuma beberapa tahun baru di Masjid Blok M di Jakarta, dan sekaligus jawaban kami tentang masalah wayang," kata Ustaz Khalid.

Baca Juga: Nah Loh... Ada Unsur Wayang, Desainer Logo Kritik Label Halal Kemenag: Memaksa!

"Saya akan coba mengklarifikasi jawaban kami, saya coba bagi menjadi tiga bagian saudaraku seimam juga sebangsa dan se-Tanah Air. Yang pertama adalah lingkupnya adalah pengajian kami dan jawaban seorang dai Muslim kepada penyanya Muslim. Itu dulu batasannya."

"Dan saya pada saat ditanyakan masalah wayang, saya mengatakan alangkah baiknya dan kami sarankan, kami sarankan agar menjadikan Islam sebagai tradisi jangan menjadikan tradisi sebagai Islam. Dan tidak ada kata-kata saya di situ mengharamkan," kata Ustaz Khalid menegaskan.

"Saya mengajak agar menjadikan Islam sebagai tradisi, makna kata-kata ini juga kalau ada tradisi yang sejalan dengan Islam, tidak ada masalah dan kalau bentrok sama Islam ada baiknya ditinggalkan, ini sebuah saran."

Setelah polemik pengharaman wayang mulai adem, situasi perlahan kembali memanas dengan diluncurkan logo halal baru oleh Kementerian Agama. Pro kontra timbul karena sejumlah hal dalam logo halal baru yang berbentuk gunungan wayang.

Pertama, tulisan halal yang terdapat di logo itu diklaim jenis Khuf Kufi. Namun, justru jika memakai metode Khuf Kufi tulisannya bukan dibaca Halal, melainkan Haram. Masalah kedua adalah bentuknya yang menyerupai gunungan wayang dinilai sebagai Jawasentris. Karena hal tersebut lah, di media sosial diramaikan dengan berbagai kreasi logo halal yang mewakili sejumlah suku dan provinsi. Mulai dari Aceh, Sumatra Barat, Sunda, Betawi, sampai Maluku.

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Muhammad Aqil Irham mengatakan, label halal Indonesia secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesia-an. Huruf Arab penyusun kata halal yang terdiri atas ha, lam alif, dan lam disusun dalam bentuk menyerupai gunungan pada wayang.

"Bentuk label halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk gunungan dan motif surjan atau lurik. Gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas, ini melambangkan kehidupan manusia," katanya.

Menurut dia, bentuk gunungan menggambarkan bahwa makin tinggi ilmu dan makin tua usia, manusia harus makin mengerucut atau makin mendekat ke Sang Pencipta. Motif surjan pada label halal juga mengandung makna filosofis.

Bagian leher surjan memiliki kancing tiga pasang atau enam biji, yang menggambarkan rukun iman, dan motif lurik sejajar satu sama lain mengandung makna sebagai pemberi batas yang jelas. Warna utama dan sekunderlabel halal Indonesia pun punya makna.

"Warna (utama) ungu merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi. Sementara, warna sekundernya adalah hijau toska, yang mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan," tutur Aqil.

Makna yang terkandung pada bentuk dan warna label halal sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat.

Namun, pendapat Aqil dibantah sejumlah ahli tafsir. Seorang warganet bernama Khudori Bagus di laman Facebook-nya, Minggu (13/3/2022) menuliskan penjelasan terhadap logo baru Halal Indonesia. Menurutnya, secara kaidah dan standardisasi menulis kaligrafi memiliki berbagai aliran yang semua ahli kaligrafi merujuk pada berbagai pola penulisan umum.

"Jenis Khat yang dikenal ada 7 macam. Di antaranya: Naskhi, Riq’ah atau Riq’iy, Diwani, Diwany Jaly, Tsulutsi, Kufi, dan al Farisy," tulis Khudori.

Khudari menilai dari segi tampilannya, logo label halal yang baru ini mendekati pola atau teknik penulisan gaya khufi. Namun, mencoloknya huruf "Ha", muncul tambahan tidak semestinya. "Logo ini basic Khat-nya khat Kufi, Tapi pada Huruf ha-nya, ada tambahan garis lurus menjulang ke bawah yang tidak relevan dengan gaya khat kufi," kata dia menjelaskan.

Sementara di bagian tengah seharusnya tampak jelas huruf "Lam", yang merupakan sambungan dari huruf "Ha", sehingga jelas dapat dibaca huruf "Ha" dan huruf "Lam". Namun, yang terjadi justru terlihat seperti huruf "Ra" yang dapat diartikan lain.

"Jika ini jenis Kufi, di bagian tengah ada huruf Lam yang gaya penulisannya bisa terbaca huruf RA," ujar Khudori.

Baca Juga: Nah Loh! Logo Halal Bikinan Menag Yaqut Cs Disebut Masuk Penistaan Agama Gegara Tulisan Arab

Huruf terakhir pada metode penulisan gaya Kufi semestinya huruf "Lam" juga harus jelas agar terbaca "Halal" yang merupakan perpaduan tiga huruf yakni Ha-Lam-Lam. Namun, dalam logo baru ini bukan nampak huruf "Lam" melainkan huruf "Mim".

"Di bagian akhir ada huruf Lam yang dibentuk mirip bulatan. Ini tidak sesuai dengan kaidah Khat Kufi. Malah akan disangka sebagai huruf MIM," tulisnya lagi.

Karena itu, bila menelaah logo baru label halal Kemenag ini, Khudari berkesimpulan tulisan dalam logo bukan terbaca "Halal" melainkan "Haram".

Polemik logo halal itu dituntaskan oleh pernyataan Sujiwo Tejo yang berpendapat ada yang lebih penting dari pro dan kontra logo, yakni soal sertifikat haram. "Sebetulnya ada yang lebih penting yang ingin saya katakan. Ini loh kalau kita pergi ke kolam lele yang ditandai itu yang bukan lele, kalau kita pergi ke kandang ayam, semua mayoritas ayam, yang ditandai itu yang bebek. Ini Indonesia ini mayoritas Muslim kenapa harus ada logo halal, kenapa enggak logo haram?" kata Sujiwo Tejo saat menjadi tamu di acara TV One bertajuk Catatan Demokrasi, Selasa (15/3/2022).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: