Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Malang Betul Rakyatnya Pak Jokowi Soal Minyak Goreng... Murah Jarang, Mahal 'Berceceran'

Malang Betul Rakyatnya Pak Jokowi Soal Minyak Goreng... Murah Jarang, Mahal 'Berceceran' Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ada hal aneh, unik, dan bikin jengkel melihat nasib minyak goreng alias migor ini. Sebelumnya, minyak goreng yang harganya murah dan terjangkau masyarakat miskin, susah didapat. Harus antre dari pagi sampai sore hanya untuk mendapatkan maksimal satu botol kemasan. Namun, kemarin, migor ini jadi gampang didapat. Sayangnya, harganya edan. Emak-emak yang awalnya menjerit migor langka, kini menjerit harganya mencekik.

Urusan migor mulai berubah drastis setelah Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas, Selasa (15/3). Dalam rapat terbatas tersebut, pemerintah memutuskan mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) migor kemasan premium sebesar Rp 14 ribu per liter. Harga migor kemasan premium diserahkan ke keekonomian pasar. Pemerintah memilih mensubsidi migor curah dengan menetapkan harga Rp 14 ribu per liter.

Setelah keputusan ini keluar, rak-rak migor di ritel-ritel modern, yang awalnya kosong, kini terisi penuh. Namun, harganya tidak kira-kira. Di Jakarta, untuk kemasan 2 liter, dipatok Rp 44 ribu. Di Bandung, mencapai Rp 47.900. Di Solo juga sama. Kemasan 1 liter dibanderol Rp 23 ribu sampai Rp 24 ribu.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung Elly Wasliah heran dengan kondisi ini. Sebab, sebelumnya, saat Pemerintah menetapkan HET Rp 14 ribu, migor premium sangat susah didapat. Sekarang, tiba-tiba berlimpah. “Ini satu fenomena yang aneh," ucap Elly, kemarin.

Baca Juga: Masalah Minyak Goreng Sudah "Antarkan" Warga Masuk Liang Kubur, Mendag Lutfi Ngaku Bahwa Ada...

Rakyat kecil juga terheran-heran dengan kondisi ini. Maya, warga Nusukan, Solo, menyatakan, beberapa hari lalu, dia sangat sulit mendapatkan migor. Kini, migor tiba-tiba banyak di Swalayan Luwes Kestalan dan Luwes Gading. “Kemarin-kemarin, cari minyak susah, sekarang barangnya ada tapi harganya mahal banget," ujarnya, kemarin.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menjelaskan fenomena tersebut. Kata dia, Kementerian Perdagangan (Kemendag) ingin menyediakan migor dengan harga terjangkau melalui HET. Namun, hal tersebut justru melawan mekanisme pasar, sehingga barang sulit ditemukan. Sebab, saat ini disparitas harga minyak sawit antara dalam dan luar negeri sangat tinggi. Sehingga banyak minyak yang justru dijual ke luar negeri.

Berdasarkan data Kemendag, pasokan migor di tiap provinsi melimpah. Contohnya, di Sumatera Utara 60 juta liter, di DKI Jakarta ada 85 juta liter, dan di Jawa Timur, 91 juta liter. Namun, saat diberlakukan HET, barangnya tetap sulit didapatkan.

"Deduksi kami, ini ada orang-orang yang mengambil kesempatan di dalam kesempitan," ucapnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Senayan, Jakarta, kemarin.

Ada dua alasan mengapa ketiga provinsi tersebut mengalami kelangkaan minyak padahal stok berlimpah. Pertama, kedua daerah itu dekat pelabuhan. Kedua, industri minyak goreng berada di tiga provinsi ini.

"Kalau ini keluar dari pelabuhan rakyat, satu tongkang bisa 1.000 ton atau 1 juta liter dikali Rp 7 ribu, Rp 8 ribu, ini uangnya sampai Rp 8 miliar sampai Rp 9 miliar," urai Lutfi.

Lutfi mengaku, Kemendag tak bisa memberangus penyimpangan tersebut. Sebab, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tak kuat untuk memberantas mafia-mafia tersebut. "Cangkokannya itu kurang untuk bisa mendapatkan mafia dan spekulan-spekulan ini," aku Lutfi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: