Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Langka Diburu, Stok Melimpah Melejit, Persoalan Minyak Goreng Masih Berlanjut Pasca HET Dicabut

Langka Diburu, Stok Melimpah Melejit, Persoalan Minyak Goreng Masih Berlanjut Pasca HET Dicabut Kredit Foto: Antara/Nova Wahyudi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Langkah pemerintah untuk mencabut aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan melepaskan harga minyak goreng ke pasar membuat harga minyak goreng melambung tinggi. Keputusan diharapkan dapat mengembalikan stok minyak goreng.  

Sebagaimana diketahui, belakangan stok minyak goreng sulit ditemui usai pemerintah menentukan HET minyak curah Rp11.500, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500, minyak goreng kemasan premium Rp14.000.  

Dicabutnya aturan tersebut, masyarakat berharap pengusaha melepas stok minyak goreng untuk dijual ke pasar. Selain itu membuat stok minyak goreng akan kembali normal meski harga jualnya cukup tinggi.  

Baca Juga: Stok Minyak Goreng Sudah Banyak, Mendag Lutfi Yakin Harga Akan Segera Turun

Minyak Goreng Sempat Langka  

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menilai akar permasalahan dari kelangkaan minyak goreng dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah disparitas harga yang mencapai Rp 8.000 – 9.000/Kg. 

"Berdasarkan pantauan kami penyebabnya diantaranya adalah perbedaan data Domestic Market Obligation (DMO) minyak sawit yang dilaporkan dengan realisasinya," ujar Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam jumpa pers virtual, Selasa (15/3/2022). 

Menurutnya kelangkaan minyak goreng saat ini karena kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam mengintervensi tata niaga minyak goreng sawit tidak tepat sasaran. 

Ombudsman RI menanggapi kebijakan penerapan Domestic Market Obligation (DMO) untuk pemenuhan stok CPO dalam negeri di bagian hulu. Menurut Yeka, kebijakan ini menjadi tidak tepat sasaran, lantaran tidak diikuti penyelarasan antara stok DMO milik eksportir dengan kebutuhan produsen minyak goreng sawit. Banyak produsen minyak goreng sawit tak kebagian jatah stok CPO murah.

Bila CPO yang didapatkan lebih mahal maka harga produksi akan lebih besar, ujungnya barang yang dihasilkan menjadi mahal harganya. Produsen minyak goreng sawit diduga mengurangi produksi bila tidak mendapatkan stok CPO yang murah.

Sementara, Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) mencatat bahwa harga minyak goreng di Indonesia tidak berbanding lurus mengikuti harga minyak sawit mentah atau CPO Internasional. 

Deputi Kajian dan Advokasi KPPU RI Taufik A menyebutkan bahwa harga CPO Internasional cenderung fluktuatif tergantung dengan pasokan dan permintaa. Sementara, harga minyak goreng nasional mengalami tren kenaikan dalam jangka waktu yang panjag tanpa ada penurunan. 

"Hasil temuan kami terjadi rigiditas pasar minyak goreng terhadap harga CPO. Fluktuasi harga CPO di pasar internasional mengikuti pasokan dan permintaan di pasar internasional, tapi harga minyak goreng di pasar domestik relatif stabil dan cenderung naik jadi sangan berbeda pergerakannya," kata Taufik dalam diskusi bersama BPKN di Jakarta, Senin (28//2/2022).

HET Dicabut Minyak Goreng di Daerah Melambung

Setelah sempat melonjak tinggi dan langka di pasaran usai penetapan kebijakan satu harga, kini stok minyak goreng terpantau melimpah di banyak tempat setelah pemerintah mencabut kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET). 

Kebijakan HET dicabut pada Rabu (16/3/2022) seiring langkanya komoditas pangan tersebut di lapangan. 

Namun, saat harga eceran tertinggi (HET) dicabut, minyak goreng melimpah di rak penyimpanan, situasi yang sangat berbeda sebelumnya. 

Pasalnya, minyak goreng di ritel modern tak lagi diburu meski stok melimpah. Hal ini lantaran harga minyak goreng kembali mahal. 

Seperti minimarket, supermarket, hingga pasar tradisional, mereka serempak menjual minyak goreng dengan harga sudah dalam rentang Rp20 ribu - Rp23 ribu per liter atau 50% lebih mahal dari sebelumnya. 

Dari pantauan Warta EKonomi, kenaikan harga minyak goreng ini, ada beberapa emak-emak memprotes kenaikan harga jual minyak goreng. Mereka menyebut kenaikan harga ini akan memberatkan terlebih sudah mendekati bulan puasa.

Warga Beralih ke Jenis Curah   

Ratusan warga harus berdesak-desakan mengantri untuk mendapatkan minyak goreng curah di salah satu toko pengecer, Jalan Veteran Utara, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (18/3/2022). 

Hal tersebut menyusul naiknya harga minyak goreng kemasan usai pemerintah melalui Menteri Perdagangan resmi mencabut kebijakan Harga Eceran (HET) sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022 yang sebelumnya disubsidi Rp14 ribu per liter. 

"Harus antri, kalau mau dapat, beli minyak goreng curah. Dari kemarin tidak ada, baru hari ini masuk. Dari tadi pagi mengantri," tutur salah satu warga, Handayati di toko setempat. 

Ia mengatakan, minyak tersebut akan digunakan untuk persiapan bulan puasa, karena untuk membeli minyak goreng kemasan harganya tinggi, walaupun masih jarang dijual di pasaran maupun mini market. 

Untuk mensiasati pengeluaran, ia memilih beralih memakai minyak goreng curah, selain harga terjangkau, juga bisa berhemat dan digunakan sedikit lebih lama karena jatah diberikan maksimal 5-10 liter per orang.

Komisi VI Tak Rela Harga Minyak Goreng Diatur Harga Pasar

Kebijakan pencabutan Harga Eceran Tertinggi (HET) bagi minyak goreng kemasan menimbulkan polemik baru. Pada Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Perdagangan, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza menyatakan ketidakrelaan Komisi VI DPR RI terhadap kebijakan pemerintah tersebut, terlebih menganggap skema tersebut merupakan harga yang diinginkan oleh pengusaha. 

“Kalau kita lihat dan kita saksikan laporan dari teman-teman yang tadinya (stok) kosong di pasar-pasar modern, sekarang sudah sangat berlimpah dengan terapan harga yang kita tahu itu harga yang dimaui oleh para pengusaha. Sekali lagi saya sampaikan harga yang memang diakui oleh para pengusaha. Apa yang disampaikan oleh teman-teman, saya menangkap menilai ada ketidakrelaan bahwa minyak goreng yang menjadi kebutuhan rumah tangga ini sepenuhnya diatur oleh harga pasar,” tegas Faisol dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan M Lutfi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022). 

Faisol mengungkapkan bahwa yang harus disalahkan pada permasalahan ini adalah pihak-pihak penimbun yang mencari keuntungan dari krisis yang terjadi. Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, kebijakan pencabutan HET bagi minyak goreng kemasan justru memberikan angin segar bagi para penimbun.  

"Menurut saya sangat jelas di sini bahwa yang salah, yang sudah dengan bukti hari ini, atau yang sudah melakukan pasti adalah mereka yang sudah menimbun minyak goreng di gudang-gudang mereka. Dan pada saat harga dibiarkan oleh pemerintah untuk sesuai dengan harga pasar mereka dengan senang hati dan bersorak ria membanjiri pasar-pasar. Nah ini hati kita kan, hati kita betul-betul tidak rela," ungkap Faisol.  

Diduga Ada Mafia Minyak Goreng

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkaplangka dan tingginyahargaminyak goreng disebabkan oleh permainan mafia minyak goreng. Para mafia itumenurutnyamenyelundupkanminyak goreng yang mestinyamenjadikonsumsimasyarakatkeindustri-idustri, bahkanhinggakeluar negeri

"Ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil dari minyak goreng ini. Misalnya minyak goreng yang seharusnya jadi konsumsi masyarakat masuk ke industri atau diselundupkan ke luar negeri," ujar Lutfi, Kamis (17/3/2022).

Menurut Lutfi, mafia-mafia tersebut tidak sepatutnya mendapatkan minyak goreng, tetapi kemudian memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Ini dibuktikan dari kosongnya pasokan minyak goreng di sejumlah kota besar seperti DKI Jakarta, Surabaya, dan Medan. Padahal, menurut data, stok minyak goreng di kota-kota itu melimpah. 

Lutfi mengaku, tak bisa melawan aksi-aksi dugaan mafia minyak goreng ini. Hal itu lantaran keterbatasan wewenang dalam undang-undang. Untuk itu, pihaknya sudah melaporkan hal ini ke Satgas Pangan Polri. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: