EDM CSWG Dimulai, KLHK Susun Langkah Awal Atasi Permasalahan Lingkungan Hidup & Perubahan Iklim
Sektor lingkungan dan kehutanan memulai pertemuan pertama G20 Deputi Lingkungan dan Kelompok Kerja (Pokja) Keberlanjutan Iklim atau First G20 Environment Deputies Meeting and Climate Sustanability Working Group (1st G20 EDM-CSWG) pada Senin, (21/3/2022). Pertemuan G20 EDM-CSWG ini dihadiri oleh 81 delegasi dari 20 negara anggota, 7 Negara Undangan, dan 5 Organisasi Internasional. Kegiatan ini akan berlangsung dari tanggal 21–24 Maret 2022 di Yogyakarta.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi, dan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sigit Relianto, selaku Co-Chair G20 EDM-CSWG, mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua anggota G20, undangan, organisasi internasional yang bergabung secara langsung maupun virtual pada Pertemuan G20 EDM-CSWG hari pertama.
Baca Juga: Jadi Tuan Rumah TIIWG G20, Kemenperin Sebut Solo Miliki Sejarah Jadi Pusat Industrialisasi di Jawa
Pertemuan 1st EDM-CSWG hari pertama merupakan side event sebelum pada Selasa (22/3/2022) 1st EDM-CSWG dibuka secara resmi. Pada side event Environment Deputies Meeting (EDM) diusung dialog dengan topik "Solusi Berbasis Alam dan Pendekatan Berbasis Ekosistem untuk Pengelolaan Air, Kota Sirkular, dan Air Bersih Positif Untuk Pembangunan Air Berkelanjutan".
Topik dialog ini dibagi menjadi tiga sesi, yaitu sesi pertama membahas mengenai pandangan dunia dan pengalaman dalam isu dan masalah pengelolaan air, serta solusinya. Sesi kedua membahas pengalaman nasional dan praktik terbaik dalam menerapkan kebijakan dan meningkatkan kesadaran dalam pengelolaan air. Serta sesi ketiga mengidentifikasi kesenjangan & merumuskan solusi.
Kemudian pada dialog Climate Sustainability Working Group (CSWG) yang berlangsung secara paralel dengan dialog EDM, dibagi menjadi tiga sesi, yaitu sesi pertama membahas hasil studi tentang inventarisasi ekonomi, dampak sosial dan lingkungan dari pemulihan berkelanjutan termasuk dampak implementasi NDC. Sesi kedua membahas hasil studi tentang solusi berbasis laut untuk perubahan iklim melalui peningkatan kerja sama dalam ilmu pengetahuan, penelitian dan inovasi; sesi ketiga membahas hasil studi tentang rekomendasi kerangka keuangan inovatif menuju emisi GRK rendah dan masa depan ketahanan iklim.
Studi-studi ini merupakan langkah mendukung isu prioritas pada Climate Sustainability Working Group (CSWG) juga sebagai basis pembahasan bagi penyusunan Communiqué/Deklarasi tingkat Menteri dengan keluaran antara lain sebagai berikut: Memberikan analisis yang komprehensif dalam implementasi target Nationally Determined Contribution (NDC) menuju pemulihan berkelanjutan (sustainable recovery); Memberikan analisis yang komprehensif terkait dengan peran mitigasi co-benefit untuk mendorong pemulihan dan ketahanan iklim yang lebih berkelanjutan.
Selanjutnya, membantu komitmen global untuk melakukan pengelolaan sektor kelautan secara berkelanjutan termasuk pelestarian terhadap ekosistem pesisir; Mendorong kerja sama antara Negara G20 dalam hal penelitian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi untuk aksi iklim berbasis laut menuju ketahanan iklim; Mendorong kerja sama antara Negara G20 dalam peningkatan mobilisasi sumber daya untuk mendukung pengendalian perubahan iklim; Menyediakan informasi kepada Negara G20 terkait dengan potensi carbon pricing dalam mendukung implementasi NDC dan transisi menuju rendah emisi dan ketahanan iklim.
Dalam sambutannya pada side event dialog CSWG, Laksmi Dhewanthi menyampaikan, "Elemen dan pesan kunci dalam Workshop CSWG akan digunakan dalam sesi paralel 1st EDM-CSWG untuk meng-exercise commonalities, kebutuhan, dan elemen relevan lainnya negara-negara angota G20 sekaligus mengidentifikasi elemen (building blocks) untuk draft ministerial communiqué."
Sementara itu, Sigit Relianto dalam sambutannya pada side event dialog EDM mengatakan jika topik yang dipilih dalam dialog EDM kali ini akan menjadi media untuk memperkuat komitmen dan kerja sama negara-negara G20 dalam menerapkan solusi berbasis alam (nature-based solutions) dan pendekatan berbasis ekosistem (ecosystem based approach) untuk pengelolaan air, kota sirkular, dan air bersih positif (net water positive) untuk pembangunan air berkelanjutan.
"Pengelolaan air harus mempertimbangkan dampak perubahan iklim. Ini harus mencakup pengetahuan, pendanaan, ekonomi, keterlibatan masyarakat lokal, dukungan pemerintah dan lembaga nasional, regional dan global lainnya. Pendekatan berbasis alam dipercaya mampu membangun pengelolaan air yang lebih baik," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Sigit menambahkan, jika permasalahan air merupakan isu global, mulai dari ketersediaan, akses, dan isu lainnya. Perubahan iklim juga berkontribusi pada peningkatan masalah air dari kekurangan hingga banjir. Dalam menangani masalah tersebut, beberapa negara telah menerapkan pengelolaan air termasuk pengelolaan air yang berkelanjutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: