Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono mendorong Pemerintah untuk dapat mengendalikan harga dan mencukupi ketersediaan minyak goreng.
Hal ini lantaran minyak goreng merupakan salah satu komoditas pokok pangan masyarakat yang harus dilindungi sesuai dengan UU Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014 dan PP Nomor 71 Tahun 2015.
Baca Juga: Gerindra Tempur Habis-habisan Menangkan Prabowo Jadi Presiden, Singgung Komitmen Sandiaga
Menurutnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus bisa memastikan ketersediaan mutu dan harganya bisa terjangkau oleh masyarakat. Maka HET (Harga Eceran Tertinggi) harus tetap diberlakukan di 11 komoditas pokok termasuk minyak goreng.
Sebagaimana diberlakukan di Malaysia, ada sekitar 60 komoditas kebutuhan pokok tidak hanya pangan yang dijamin oleh pemerintah dari sisi ketersedian mutu dan harganya, di awasi langsung oleh lembaga The Price Control and Anti - Profiteering Act.
Baca Juga: Blak-blakan! Sebut Mendag Lutfi Tutupi Ketidakmampuan Tangani Minyak Goreng, Pakar: Pantas Diganti!
"Dimana 18 komoditas pangan dari 60 komoditas pokok diatur harganya oleh pemerintah Malaysia dan diawasi pelaksanaan oleh Kementerian Perdagangan Malaysia dengan sanksi hukum denda yang sangat tegas dan tinggi apabila terjadi penyelewengan," kata anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/3/2022).
Sebetulnya, sambung dia, tanggung jawab ketersediaan minyak goreng tidak hanya bergantung kepada Kementerian Perdagangan sebagai penjamin ketersediaan, tetapi juga peran dari Kementerian Pertanian sebagai penyedia bahan baku dasar kelapa sawit dan bahan baku lainnya dan Kementerian Perindustrian sebagai pengolah industri bahan baku dasar kecukupan untuk mencukupi permintaan dari Kementerian Perdagangan.
BHS, sapaan akrabnya mengatakan, seharusnya dengan jumlah bahan baku yang sangat melimpah, kita memiliki sekitar 15.08 juta hektar lahan kelapa sawit (49,7 juta ton terbesar didunia) dan industrinya mampu memproduksi minyak goreng sebesar 20,22 juta ton ditahun 2021 yang sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 18,422 juta ton pertahun, tetapi ternyata yang dipakai untuk dalam negeri hanya 5,07 juta ton dan sisa produksi sebesar 15,55 juta ton di ekspor di tahun 2021. Ungkapnya
"Disini terlihat bahwa Pemerintah saat ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam negeri sesuai dengan UU dan Peraturan Pemerintah yang harus ditaati oleh Kementerian terkait untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Jika dibandingkan saat pemerintahan Orde Baru disaat krisis ekonomi tahun 1998 dengan krus dollar 16.650 harga minyak goreng sebesar 3.800,- dinaikkan menjadi 4.800,- dengan jumlah kecukupan sesuai kebutuhan masyarakat saat itu, dan pada saat krisis moneter itu Presiden Soeharto sempat membuat kebijakan menyetop ekspor kelapa sawit agar kebutuhan minyak goreng dalam negeri terpenuhi, juga saat Pemerintahan SBY dimana harga minyak mentah dunia tahun 2011 sama dengan saat ini berkisar 100 USD perbarel dan harga minyak goreng saat itu dapat ditekan sebesar 11.256 rupiah perliter," Kata BHS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil