Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gerah terus Dikejar Sri Mulyani, Bambang Trihatmodjo Tegaskan Uang Sea Games Bukan dari APBN

Gerah terus Dikejar Sri Mulyani, Bambang Trihatmodjo Tegaskan Uang Sea Games Bukan dari APBN Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bambang Trihatmodjo kembali menegaskan bahwa uang yang diberikan untuk dana talangan Sea Games 1997 sumbernya bukan dari APBN. Untuk itu, anak Presiden Soeharto ini meminta agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin oleh Sri Mulyani tidak terus-terusan menagih utang Sea Games 1997.

Kuasa hukum Bambang Tri, Hardjuno Wiwoho mengungkap jika uang tersebut berasal dari pihak swasta, yakni dana pungutan reboisasi dari Kementerian Kehutanan.

“Bilamana kita melihat historis permasalahan ini pun, sumber dari dana talangan ini bukan dari APBN. Kita trace itu bukan dari kas Kemensetneg tapi dari Kementerian Kehutanan, sumbernya dari dana reboisasi. Dana yang memang didapatkan dari pihak swasta," ujar Hardjuno dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/3/2022).

Baca Juga: Pihak Bambang Trihatmodjo Harap PT TIM Bergabung untuk Minta Hak Tagih ke Pemerintah

Untuk diketahui, dana talangan yang jadi masalah diberikan oleh pemerintah kala itu lewat Kementerian Sekretariat Negara kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997 yang dipimpin oleh Bambang Trihatmodjo. 

Dana sebesar Rp 35 miliar kala itu diambil pemerintah dari dana reboisasi yang ditampung di Kementerian Kehutanan.

Baca Juga: Kasasi Ditolak, Pihak Bambang Trihatmodjo Tegaskan Tak Ada Hubungan dengan KMP Sea Games XIX

Namun secara keseluruhan, jumlah piutang negara yang ditagih Sri Mulyani kepada Bambang Trihatmodjo mencapai Rp 64 miliar. Angka itu dari akumulasi pinjaman pokok sebesar Rp 35 miliar ditambah dengan bunga sebesar 15% dengan jangka waktu 1 tahun atau selama periode 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998. 

"Kalau dihitung secara detail belum pernah ada sinkronisasi terkait nilainya, tapi yang ditagihkan sekitar Rp 64 miliar. Jadi pokok Rp35 miliar dengan bunga 15%, jadi sekian. Itu juga kan juga jauh dari nilai keadilan," ujar Prisma Wardhana Sasmita, Kuasa hukum Bambang yang lainnya.

Menurut Prisma, sebenarnya pihak yang patut bertanggung adalah PT Tata Insani Mukti (TIM). Walaupun saat itu Bambang menjabat sebagai komisaris utama TIM, dia bukanlah pemegang saham perusahaan.

TIM sendiri merupakan pihak swasta yang bergabung dalam Konsorsium Mitra Penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997. Bergabungnya TIM berdasarkan penandatanganan MoU pada 14 Oktober 1996 silam. Sementara, dari pihak pemerintah ada Kemenpora, KONI, dan Menkokesra.

Baca Juga: Tagihan Sea Games 1997 Terus Membengkak, Bambang Trihatmodjo Heran Bukan Kepalang

Penyelenggaraan SEA Games XIX mengalami permasalahan biaya karena Indonesia mendadak menjadi tuan rumah menggantikan Brunei Darussalam. Awalnya biaya yang diminta oleh Kemenpora/KONI sekitar Rp70 miliar, lalu membengkak menjadi Rp156,6 miliar.

Saat itu negara tidak ada alokasi anggaran dari sisi APBN. Sementara KONI mendadak meminta dana tambahan sebesar Rp 35 miliar untuk pembinaan atlet. Padahal saat itu konsorsium swasta hanya menyanggupi mencarikan dana penyelenggaraan sebesar Rp70 miliar.

Adapun, Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL) Kemenkeu, Lukman Efendi mengatakan, penagihan piutang dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

"Mengenai Bambang Tri, sepanjang dia masih belum lunas kita tagih menurut peraturan yang berlaku, sesuai perundang-undangan," kata Efendi beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, Lukman belum merinci detail perkembangan pembayaran utang tersebut. Pasalnya utang Bambang Trihatmodjo diurus oleh KPKNL Jakarta I.

"Sekarang sedang ditindaklanjuti oleh KPKNL Jakarta I dan ternyata penagihan-penagihan jalan terus. Apakah sudah ada angsuran setelah itu, kita belum cek lagi," sebut Lukman.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: