Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertanyakan Metode Cuci Otak terawan dan Singgung Dukun, IDI: Dokter Harus Berbasis pada Ilmiah

Pertanyakan Metode Cuci Otak terawan dan Singgung Dukun, IDI: Dokter Harus Berbasis pada Ilmiah Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto diduga telah melanggar kode etik kedokteran, yang berbuntut pada pemecatannya sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Terawan juga disebut tidak memiliki itikad baik dengan menjelaskan dan mengabaikan panggilan komisi etik IDI, yakni Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) terkait dugaan pelanggaran etik yang ia lakukan.

Dugaan pelanggaran etik itu meliputi tidak menghiraukan undangan diskusi MKEK IDI, mengiklankan diri secara berlebihan, menjanjikan kesembuhan dalam praktik DSA brainwashing (cuci otak), dan menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan medis yang belum ada dasar ilmiahnya atau evidence based medicine (EBM).

Baca Juga: IDI Tuduh Disertasi Terapi Cuci Otak Terawan, Promotor: Sudah Sesuai Standar Program Doktor di Unhas

Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Dr. dr. Beni Satria, MH(Kes) menyinggung perbedaan dukun atau paranormal dengan dokter yang berlandaskan kaidah ilmiah.

"Yang membedakan dokter dengan dukun atau paranormal, karena apa yang dijelaskan oleh dokter harus berbasis pada basis ilmiah, harus ada pembuktian ilmiah dan empirisnya dan itu dibuktikan di persidangan akademik, sesuai dengan tingkatannya, publikasi ilmiahnya," ujar Bedi dalam acara diskusi khusus dengan Suara.com, Sabtu (3/4/2022).

Baca Juga: Terawan Vs IDI Makin Panas! Dari Menteri Sampai DPR Ikut-Ikutan

Ia mengatakan dasar ilmiah berbeda dengan testimoni atau klaim dari perorangan. Dasar ilmiah memerlukan perhitungan matang dan berdasarkan ilmu pengetahuan sains yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Sehingga masyarakat tidak dijelaskan hanya dengan testimoni satu atau dua yang berhasil tapi ada 100 orang yang tidak berhasil," ujar dokter yang fokus pada masalah etik kedokteran Indonesia ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: