Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Krakatau Steel: Penerapan PMK No.15 Tahun 2022 Dapat Kendalikan Baja Impor Dumping dan Circumvention

Krakatau Steel: Penerapan PMK No.15 Tahun 2022 Dapat Kendalikan Baja Impor Dumping dan Circumvention Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019). Pemerintah mendorong Krakatau Steel terus mengembangkan klaster industri baja untuk mewujudkan target produksi 10 juta ton baja pada tahun 2025 seiring terus berkembangnya permintaan termasuk dari negara tetangga Malaysia yang saat ini membuka pasar tanpa hambatan tarif untuk baja Indonesia setelah negara tersebut tidak lagi memproduksi HRC. | Kredit Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PTKS) sebagai petitioner atau pemohon dalam pengajuan BMAD atas impor produk HRC Alloy dari RRT, beberapa waktu lalu mengadakan sosialisasi penerapan PMK No. 15 Tahun 2022 melalui acara Focus Group Discussion (FGD) yang berkerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman & Investasi, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Kantor Bea & Cukai Merak, Kementerian Keuangan.

Pada 22 Februari 2022, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) Terhadap Impor Produk Hot Rolled Coil of Other Alloy (HRC Alloy) dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan berlaku efektif pada 15 Maret 2022.

Baca Juga: Mantap! Krakatau Steel Kembali Catatkan Rekor Ekspor Baja di Maret 2022

Direktur Komersial Krakatau Steel Melati Sarnita mengatakan, kebijakan pemberlakuan BMAD tersebut merupakan salah satu wujud nyata Pemerintah Indonesia dalam upaya melindungi industri baja nasional dari praktek unfair trade yang secara nyata telah memberikan dampak negatif bagi perkembangan industri baja nasional.

PMK tersebut mengatur pengenaan Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor produk HRC Alloy asal RRT yang termasuk dalam pos tarif ex.7225.30.90 sebesar 4,2%-50,2% untuk periode pengenaan selama 5 (Lima) tahun di mana spesifikasi produk baja impor yang dikenakan BMAD adalah memiliki kandungan Boron (B) 0,0008% - 0,003%; atau memiliki kandungan Boron (B) 0,0008% - 0,003% dan Titanium (Ti)

"Harapannya, dengan berlakunya BMAD tersebut dapat secara efektif untuk mengendalikan barang impor dumping dan circumvention," jelas Melati, dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (8/4/2022).

Leo Mualdy Christoffel, Ketua Tim Penanganan Permasalahan/Sengketa Investasi dan Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman & Investasi, menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah ke depan adalah hilirisasi yang penting untuk pengembangan kegiatan ekonomi lebih kompleks, sehingga kegiatan ekonomi di Indonesia lebih terdiversifikasi. Komitmen pemerintah ke depan yaitu mendorong dan mendukung investasi dengan menciptakan kegiatan ekonomi yang sehat.

Baca Juga: Mantap! Krakatau Steel Kembali Catatkan Rekor Ekspor Baja di Maret 2022

"Untuk menciptakan kegiatan ekonomi yang sehat, pengenaan instrumen trade remedies yang salah satunya pengenaan anti dumping sangat efektif untuk mengatasi praktek unfair trade seperti dumping maupun circumvention (Pengalihan kode HS). Hal ini perlu diberlakukan untuk melindungi industri dalam negeri," ujar Wakil Ketua KADI Herliza.

Dari sisi kepabeanan, Beni Novri, Kepala Kantor Bea & Cukai Merak, Kementerian Keuangan, menyampaikan bahwa besaran Bea Masuk Anti Dumping sesuai PMK Nomor 15 Tahun 2022 berlaku sepenuhnya terhadap barang impor HRC Alloy dari RRT yang penyelesaian kewajiban pabean dilakukan dengan pengajuan pemberitahuan pabean atau tanpa pengajuan pemberitahuan pabean. Pengenaan BMAD tersebut dilakukan dalam rangka pengendalian dan pengawasan.

"Dengan keseluruhan pemaparan dari berbagai pihak yang nantinya menerapkan PMK tersebut, kami berharap pengenaan BMAD melalui PMK tersebut akan mampu mencegah/mengurangi impor yang dilakukan secara curang baik dumping maupun pengalihan pos tarif (circumvention), dan juga terlindunginya investasi pabrik baja yang telah masuk ke Indonesia, sehingga industri baja nasional dapat kembali meningkatkan daya saing dan kinerjanya yang pada akhirnya juga akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara serta peningkatan ekonomi nasional," tutup Melati.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: