Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tolak Wacana Kenaikan Harga Pertalite dan LPG 3 Kg, PKS: Masyarakat Bisa Kolaps

Tolak Wacana Kenaikan Harga Pertalite dan LPG 3 Kg, PKS: Masyarakat Bisa Kolaps Kredit Foto: Instagram/Mulyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Fraksi PKS DPR RI menolak wacana kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kilogram. Alasannya, karena kedua bahan bakar tersebut merupakan kebutuhan dasar masyarakat sehingga bila harganya naik, dikhawatirkan menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat.

"Karena itu kami minta pemerintah dalam hal ini Menko Marves dan Menko Perekonomian menghentikan wacana kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kilogram ini. Kenaikan harga kedua komoditas energi ini akan membuat masyarakat kolaps," tegas Wakil Ketua FPKS DPR RI, Mulyanto, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (9/4/2022).

Baca Juga: Aksi Mahasiswa Tolak Penundaan Pemilu Dikecam, PKS: Kalau Ngikutin Ngabalin Nggak Akan Reformasi 98

Mulyanto menambahkan, saat ini beban hidup masyarakat sudah sangat berat. Pandemi Covid-19 belum berakhir, ekonomi belum pulih, dan daya beli masih lemah. Ditambah lagi, harga-harga barang kebutuhan pokok, seperti minyak goreng, gula, daging sapi, kedelai sudah merambat naik.

Sementara, penghasilan masyarakat tidak meningkat. Perusahaan tidak ada yang berani menaikkan gaji dan tunjangan karyawan sehingga gap antara penghasilan dan pengeluaran masyarakat sangat jauh. Karena itu, pemerintah sebaiknya meninjau ulang rencana kenaikan Pertalite dan LPG 3 kilogram ini.

"Pertalite dan LPG 3 kilogram adalah sumber energi yang digunakan secara luas oleh masyarakat kelas menengah dan bawah, lebih dari 80 persen pengguna. Kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kilogram, yang diperkirakan diikuti dengan kenaikan harga transportasi dan barang-barang lainnya, akan memicu inflasi yang makin tinggi. Ini tentu akan makin menggerus daya beli masyarakat," jelas Mulyanto.

Mengutip data dari situs Picadi, pada tahun 2019, rata-rata kemampuan membeli bensin masyarakat Indonesia dari pendapatan bulanan yang mereka terima hanya sebesar 276 liter per bulan. Masih di bawah Sri Lanka, di mana rata-rata penghasilan masyarakatnya mampu membeli bensin sebanyak 278 liter per bulan.

Sementara, masyarakat Malaysia mampu membeli bensin sebanyak 1.707 liter per bulan; Masyarakat Korea Selatan mampu membeli bensin rata-rata sebesar 1.908 liter per bulan. Di atas adalah data sebelum pandemi Covid-19. Rata-rata penghasilan masyarakat diperkirakan menurun seiring dengan penurunan GDP per kapita.

"Fakta politik internasional kita lihat bahwa kenaikan harga migas dunia telah mendorong Sri Lanka jatuh pada krisis ekonomi dan politik. Bahkan, mereka terancam pada krisis pangan dan kelaparan. Kita tentu tidak ingin hal-hal seperti ini terjadi di Indonesia. Pemerintah sebagai shock breaker (peredam) berbagai kejutan ekonomi-politik harus mampu menyeimbangkan antara musibah dan berkah dari kenaikan harga migas dunia," jelasnya.

"Karena selain menuai musibah, ternyata kenaikan harga migas dunia membawa berkah bagi kita berupa: pertama ikut melejitnya harga CPO, batu bara, tembaga, nikel, dll. Bahkan, hitungan kasarnya, penerimaan negara dari ekspor komoditas ini jauh melebihi defisit transaksi berjalan dari sektor migas," jelas politisi yang akrab disapa Pak Mul ini.

Selain itu, harga migas yang tinggi menjadi insentif bagi sektor hulu migas untuk meningkatkan kinerja mereka. Dari pembahasan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirut Pertamina beberapa hari lalu terlihat peningkatan rencana yang sangat signifikan dalam investasi, pengeboran, dan produksi Pertamina Hulu migas di tahun 2022.

Dia menyebut, ini akan sangat menguntungkan, apalagi Pertamina sekarang menjadi operator hulu migas nasional yang dominan sejak Blok Rokan diakuisisi. Artinya, kemampuan bisnis di sisi hulu dalam menopang sisi hilir Pertamina akan makin baik, apalagi kalau utang dana kompensasi dari pemerintah kepada Pertamina yang mencapai lebih dari Rp100 triliun dapat segera dilunasi.

"Jadi, peran pemerintah dan juga Pertamina dalam meredam kejutan harga migas dunia sangat dimungkinkan sehingga tidak harus diambil kebijakan untuk menaikkan komoditas energi yang digunakan oleh masyarakat luas seperti Pertalite dan gas LPG 3 kilogram ini," tandas Mulyanto.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: