Soal Isu BPA, Pendiri AJI: Wartawan Harus Cermati dalam Pilih dan Pilah Narasumber
Satrio juga menegaskan, kalau ingin tau apakah kadar BPA dalam air galon itu sudah membahayakan atau tidak, itu tidak bisa menggunakan survei. "Jadi, kita melihat dalam kasus YLKI ini, dia melakukan survei mengenai pola pemasaran dan pengiriman galon air ke tempat-tempat distribusi, tapi kesimpulannya menyangkut mengenai kadar BPA. Itu kan nggak nyambung," ujarnya.
Kalau ke toko-toko, yang lebih cocok dilakukan survei itu adalah untuk mencari apakah desain galon ini menarik atau tidak menarik. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan penjualan terhadap galon itu. "Namun, kalau ingin mengetahui kadar BPA di dalam air galon, itu harus dengan pakarnya," katanya.
Baca Juga: Regulasi BPA Segera Terbit, BPOM Sesalkan Industri yang Berpandangan Salah
Satrio melihat apa yang dilakukan YLKI dan lembaga-lembaga LSM lainnya yang melakukan kampanye dengan mengunggulkan merek tertentu dalam kaitannya dengan persaingan dagang itu, tidak layak untuk dimuat di media karena itu hanya bertujuan untuk menjatuhkan merek-merek lain. "Lagi pula, mereka itu tidak punya basis keilmuan yang pas untuk kasus BPA ini," ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun juga mengatakan seharusnya berita-berita yang tidak sesuai prinsip-prinsip jurnalis itu tidak layak untuk ditayangkan. "Buat apa dimuat," katanya.
Menurutnya, pemuatan rilis itu tergantung nilai beritanya apakah ada atau tidak. Kemudian juga sesuai atau tidak dengan visi misi media itu. "Harus dicek apakah berimbang atau partisan sebab yang kena nanti kan medianya kalau ada apa-apa," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo. Menurutnya, media massa harus memeriksa otoritas dan kredibilitas sumber sebelum mengutip sumber tersebut. "Otoritas dan kredibilitas sumber menentukan apakah dia layak dikutip atau tidak," ucapnya.
Ketua Pokja Media Sustainability Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Hery Trianto, mengatakan bahwa kerja di dunia jurnalis pada umumnya rilis itu perlu di-crosscheck dan harus cover both side. "Yang penting sebenarnya apakah benar informasinya, harus diverifikasi, kemudian kalau melibatkan dua pihak apalagi itu yang berkonflik seperti yang terjadi pada perusahaan AMDK saat ini, harus dicek kebenaran dari klaim-klaim yang mereka lakukan," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum