Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

10 Tahun Perjalanan Panjang, Kekerasan Seksual Akhirnya Diatur Undang-undang

10 Tahun Perjalanan Panjang, Kekerasan Seksual Akhirnya Diatur Undang-undang Kredit Foto: Unsplash/Dev
Warta Ekonomi, Jakarta -

Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi disetujui menjadi undang-undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022. Di hadapan para Anggota Dewan, perwakilan pemerintah dan masyarakat sipil yang hadir, Ketua DPR RI Puan Maharani menanyakan persetujuan seluruh Anggota Dewan terhadap RUU TPKS menjadi UU, Selasa 12 April 2022 

Butuh waktu sekitar 10 tahun untuk RUU TPKS akhirnya bisa disahkan menjadi undang-undang. Berikut ini perjalanan RUU TPKS yang sudah disahkan menjadi UU.

Baca Juga: Mendikbudristek Berikan Dukungan Kepada Korban Kekerasan Seksual UNRI

2012 

Komnas Perempuan menginisiasi pembentukan peraturan perundangan yang memayungi masalah kekerasan seksual sejak tahun 2012. Sebabnya, Indonesia dalam kondisi darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. 

Komnas Perempuan melalui laporan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2016 menyatakan RUU P-KS digagas sejak 2012, tapi baru direalisasikan pada awal 2014. 

2016 

Baru pada tahun 2016, Komnas diminta menyerahkan naskah akademiknya. Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap masalah tertentu dalam suatu RUU. 

RUU PKS direncanakan terdiri atas 12 bab yang meliputi pencegahan, penanganan korban, penindakan, dan rehabilitasi. Sebanyak 70 anggota DPR mengusulkan agar RUU PKS ini dimasukkan ke Prolegnas Prioritas 2016. Namun 2016 berlalu tanpa pengesahan RUU P-KS. 

DPR dan Pemerintah pun memasukan RUU PKS pada Prolegnas Prioritas 2016. Namun, 2016 berlalu tanpa pengesahan RUU P-KS. 

2017-2018

Pada 2017, RUU PKS disepakati menjadi inisiatif DPR RI. RUU ini kemudian diputuskan dibahas di Komisi VIII yang membidangi isu sosial. 

Hingga dalam rapat paripurna DPR menjadikan RUU P-KS (inisiatif DPR) sebagai salah satu dari 50 RUU yang masuk Prolegnas Prioritas 2018. Pembahasan RUU ini kemudian berjalan pada 2018 dengan pembahasan yang berkesan lamban.

2019-2020 

RUU PKS pada (2/7/2020) dicabut dari Prolegnas Prioritas sampai batas yang tidak ditentukan dan belum ada pembahasan satu kali pun soal RUU PKS di periode baru DPR. 

2021 

Setelah keluar dari prolegnas, RUU PKS kembali masuk Prolegnas Prioritas 2021 pada 16 Januari 2021. Namun, September 2021, RUU PKS berubah namanya menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

Pada 8 Desember 2021, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi usulan inisiatif DPR.  Dalam proses penyusunan RUU TPKS, tujuh fraksi menyatakan menyetujui RUU TPKS.

2022

Oleh karena belum tuntasnya pembahasan antara pemerintah dan DPR, RUU TPKS akhirnya kembali masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022. Baleg menetapkan RUU TPKS bersama dengan 39 RUU lainnya untuk masuk dalam Prioritas 2022. Hal itu ditetapkan pada Senin (6/12/2021).   

RUU TPKS akhirnya disahkan menjadi UU TPKS pada sidang paripurna DPR RI ke-19, Selasa (12/4/2022). Sidang ini menjadi sidang bersejarah lantaran berbuah pengesahan UU TPKS yang menempuh bertahun-tahun perjalanan. 

“Pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang menjadi hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia. Ini juga hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa kita, karena UU TPKS adalah hasil kerja sama bersama sekaligus komitmen bersama kita,” kata Puan Maharan. 

Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya pada Selasa (14/4/2022) menyampaikan, RUU ini merupakan aturan yang berpihak kepada korban serta memberikan payung hukum bagi aparat penegak hukum yang selama ini belum ada untuk menangani kasus kekerasan seksual. 

Pengesahan RUU TPKS merupakan hadiah menjelang peringatan Hari Kartini, sosok yang selama ini dikenal sebagai pejuang emansipasi perempuan. Sebelumnya, dalam pembahasan tingkat pertama, delapan dari sembilan fraksi di DPR setuju agar RUU TPKS disahkan, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolaknya. 

Warta Ekonomi merangkum sejumlah pasal-pasal penting dari UU TPKS yang disahkan, yakni sebagai berikut.

1. Penyidik kepolisian tidak boleh menolak perkasa kekerasan seksual

Korban atau siapapun yang mengetahui atau melihat kekerasan seksual bisa melaporkannya ke UPTD PPA, lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat, termasuk kepolisian. Kemudian pada pasal 42 disebutkan, dalam waktu 1x24 jam, pelapor atau korban berhak menerima perlindungan oleh aparat kepolisian. 

Selama kurun waktu itu, polisi berhak membatasi gerak pelaku, baik membatasi atau menjauhkan korban dengan pelaku maupun hak lain. Selanjutnya, sejak perlindungan sementara kepolisian wajib mengajukan permintaan perlindungan kepada LPSK. 

2. Kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan lewat restorative justice

Restorative justice atau penyelesaian perkara hukum di luar pengadilan hanya boleh dipakai untuk kasus kekerasan seksual yang pelakunya masih anak-anak, demikian atur UU TPKS. 

3. Hak perlindungan hingga pemulihan korban

Dalam pasal 67, korban kekerasan seksual memiliki tiga hak, meliputi hak atas penanganan; hak atas perlindungan; dan hak atas pemulihan. Pemenuhan atas hak tersebut merupakan kewajiban negara sesuai kondisi dan kebutuhan korban. 

Hak atas penanganan misalnya, mendapat dokumen hasil penanganan, layanan hukum, penguatan psikologis, perawatan medis, hingga hak untuk menghapus konten seksual berbasis elektronik yang menyangkut korban. 

Kemudian hak perlindungan meliputi, kerahasiaan identitas, tindakan merendahkan oleh aparat yang menangani kasus, hingga perlindungan atas kehilangan pekerjaan, mutasi, pendidikan, hingga akses politik. 

4. Hukuman pelaku pada kekerasan seksual tak hanya penjara dan denda

Pelaku tindak pidana kekerasan seksual tertentu bisa dihukum membayar restitusi (ganti rugi pada korban), hak asuhnya dicabut, identitasnya diumumkan, dan kekayaannya dirampas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: