Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wajiyo, dan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menghadiri Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), termasuk di dalamnya pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 yang diselenggarakan pada tanggal 18-23 April 2022 di Washington D.C. Amerika Serikat.
Pertemuan tersebut menyoroti pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut, namun mengalami perlambatan akibat varian virus Omicron dan semakin melambat akibat dampak dari konflik yang terjadi di Ukraina.
Selain menyebabkan krisis kemanusiaan, konflik telah menyebabkan kenaikan harga energi dan pangan yang menyebabkan tekanan inflasi, di tengah disrupsi pasokan barang yang meningkat, serta kenaikan volatilas di pasar keuangan dan aliran modal.
Sejumlah faktor risiko yang mempengaruhi kinerja perekonomian global bersumber dari potensi kemungkinan memburuknya konflik di Ukraina, eskalasi sanksi atas Rusia, meningkatnya kembali kasus dan varian baru Covid-19, perlambatan pertumbuhan Tiongkok, serta peningkatan tekanan sosial akibat kenaikan harga pangan dan energi. Baca Juga: Satu Hal yang Perlu Diwaspadai saat Proses Pemulihan Ekonomi, Ini Kata Wamenkeu
Memperhatikan prospek perekonomian global yang menghadapi risiko dan ketidakpastian yang tinggi, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wajiyo menyampaikan, semakin pentingnya bauran kebijakan yang komprehensif dan koordinasi baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal di tingkat nasional perlu dilakukan untuk mendukung pemulihan ekonomi dengan tetap menjaga tingkat inflasi ditengah kenaikan harga energi dan komoditas," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Perry, pengembangan Integrated Policy Framework (IPF) sangat diperlukan sebagai dasar analisis dalam merumuskan formulasi bauran kebijakan. Dalam hal ini, IMF perlu membantu anggotanya untuk merumuskan exit strategy yang well-calibrated, well-planned, and well-communicated atas kebijakan moneter yang non-tradisional, serta menyusun strategi untuk mengurangi scaring effect.
Lebih lanjut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Wajiyo, menyampaikan apresiasi kepada IMF atas pembentukan fasilitas Resilience and Sustainability Trust (RST) untuk membantu negara yang membutuhkan dalam mengatasi tantangan struktural jangka panjang.
"Pada tataran internasional, IMF diharapkan dapat mengambil peran aktif dalam mendorong kerja sama internasional untuk mengatasi tantangan sekaligus mencegah terjadinya fragmentasi ekonomi global, termasuk upaya terkait perubahan iklim, mengatasi pandemi, mengatasi kerentanan utang, mendorong digitalisasi, mobilisasi penerimaan pajak, serta mengamankan ketahanan energi (energy security)," ucapnya. Baca Juga: Gegara Rusia-Ukraina, BI Revisi Proyeksi Ekonomi Global jadi 3,5%
Sejalan dengan itu, IMF menyampaikan rekomendasi kepada negara anggota bahwa respon kebijakan perlu diarahkan untuk mengatasi tekanan inflasi yang semakin meningkat dan dampak konflik geopolitik yang semakin memanas yang berpotensi mempengaruhi proses pemulihan ekonomi.
Selain itu, negara anggota juga diharapkan untuk terus memperkuat kerja sama multilateral, yang antara lain mencakup kelanjutan upaya penyelesaian pandemi, upaya mengurangi emisi gas rumah kaca, mendorong produktivitas melalui digitalisasi, serta komitmen untuk penyediaan kecukupan bantuan likuiditas internasional bagi negara yang membutuhkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman