Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Waduh! Inflasi dan Perang Bisa Berakibat Jatuhnya Ekonomi Indonesia, Kata Pengamat

Waduh! Inflasi dan Perang Bisa Berakibat Jatuhnya Ekonomi Indonesia, Kata Pengamat Foto udara pembangunan gedung apartemen dan wisata air Kalimalang di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/1/2022). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis ekonomi Indonesia tumbuh antara 4,7 persen sampai dengan 5,5 persen pada 2022 sejalan dengan akselerasi swasta dan investasi. | Kredit Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gejolak ekonomi dunia yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19 yang belum berakhir ditambah dengan meningkatnya inflasi di negara-negara besar dunia akibat eskalasi perang antara Rusia dan Ukraina dapat berdampak yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia.

Pakar Kebijakan Publik dan CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat MPP menyebut jika melihat dari asumsi makro APBN 2022 terdapat ketimpangan yang terjadi di harga minyak. Dimana dalam asumsi tersebut harga minyak di tetapkan berada di level 63 Dollar AS per barel sedangkan saat ini sudah menyentuh di level 100 Dollar per barel.

Baca Juga: Jokowi Tinjau Langsung Sirkuit Formula E, PDIP: Dipantau Supaya Kualitasnya Lebih dari Mandalika

"Pertanyaannya adalah asumsi dan target pertumbuhan 2022 ini kredibel? Ternyata tidak tidak kredibel, asumsinya jauh sekali dari realisasi," ujar Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (26/4/2022).

Hidayat mengatakan, selain melihat daripada asumsi makro APBN 2022 terdapat data menarik lainya yang dipublikasikan oleh Bloomberg tentang dikondisi perang Rusia dan Ukraina yang berdampak terhadap ekonomi dunia. 

Dimana pada data tersebut, disebutkan bahwa Turki dan Mesir berada pada urutan pertama dan kedua dari daftar negara-negara yang terkena dampak perang Rusia dan Ukraina. Dan Indonesia berada pada urutan ke-18.

"Sebetulnya yang ditulis Bloomberg ini tidak sepenuhnya mewakili resiko karena yang diukur hanya resiko Capital Flight, ekspor energi dan ekspor gandum serta perdagangan langsung dengan Rusia," ujarnya.

Baca Juga: Jokowi dan Anies Kompak Tinjau Formula E, Fahri Hamzah: Waktunya Bersatu, Gak Usah Layani Buzzer!

Hidayat menyebut ada beberapa hal yang luput dari perhitungan Bloomberg. Dimana jika perang akan berlangsung lebih lama atau katakanlah 6 bulan, maka hal ini akan menyasar ke beberapa wilayah lain termasuk didalamnya adalah Uni Eropa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: