Singapura Mulai Diperingatkan, Indonesia dan Malaysia akan Ambil Langkah?
Bank sentral Singapura pada Kamis (28/4/2022) memperingatkan bahwa harga konsumen akan mengalami kenaikan. Penyebabnya diduga harga komoditas yang meningkat tajam, gangguan rantai pasokan baru, dan kondisi pasar tenaga kerja domestik yang ketat.
"Inflasi inti diproyeksikan "meningkat tajam" dalam beberapa bulan mendatang dan mencapai puncaknya pada kuartal ketiga 2022," kata Otoritas Moneter Singapura (MAS) dalam tinjauan makroekonomi setengah tahunannya, dikutip laman Channel News Asia, Kamis (28/4/2022).
Baca Juga: Alhamdulillah, Situasi di Singapura Mudah-mudahan Bawa Angin Segar buat Indonesia
Sejak tinjauan MAS pada Oktober, perkembangan global, khususnya konflik Rusia-Ukraina, telah memperburuk prospek inflasi eksternal.
Dengan demikian inflasi harga konsumen di Singapura diperkirakan akan meningkat dan “tetap tinggi untuk beberapa waktu”.
Salah satu faktor utama adalah lonjakan harga energi baru-baru ini, yang akan menyaring tarif listrik dan gas pada kuartal ketiga. Harga energi yang lebih tinggi pada gilirannya akan mendorong inflasi yang lebih besar untuk transportasi dan layanan makanan dari waktu ke waktu.
Namun, tekanan harga yang mendasarinya dapat mereda menjelang akhir tahun, dengan asumsi bahwa harga komoditas global stabil dan kendala pasokan global sedikit berkurang, kata bank sentral.
Untuk tahun 2022, inflasi inti telah diproyeksikan sebesar 2,5 persen hingga 3,5 persen, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 2 persen menjadi 3 persen.
Inflasi utama atau keseluruhan, yang mencakup transportasi pribadi dan akomodasi, diperkirakan akan lebih tinggi lagi, antara 4,5 persen dan 5,5 persen.
Hal ini disebabkan oleh kenaikan premi Sertifikat Hak dan harga bensin, serta tumpukan penundaan konstruksi dalam proyek perumahan yang mendorong naiknya harga transportasi dan rumah.
Harga pangan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut mengingat guncangan pada rantai pasokan global. MAS mengatakan bahwa konflik Rusia-Ukraina akan memiliki "dampak signifikan" pada harga pangan global, yang telah meningkat mendekati rekor sebelum perang.
Ada kenaikan harga yang tajam pada biji-bijian dan minyak nabati karena Ukraina dan Rusia adalah pengekspor global utama komoditas ini. Beberapa negara juga telah memberlakukan larangan ekspor untuk mengamankan pasokan mereka sendiri, yang semakin membatasi pasokan global.
Selain itu, biaya pupuk telah didorong oleh berkurangnya pasokan dari Rusia dan Ukraina, yang dapat menyebabkan hasil pertanian yang lebih rendah di seluruh dunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: