Kebijakan Pelarangan Ekspor CPO Disangsikan Efektif Turunkan Harga Minyak Goreng
Kebijakan pelarangan ekspor CPO bersama produk turunannya disangsikan efektif menstabilkan harga minyak goreng. Kebijakan tersebut juga dinilai belum bisa memastikan harga minyak goreng akan segera turun.
Meski begitu dampak negatif kebijakan ini bakal langsung terasa di sisi perdagangan nasional. Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakannya, Kamis (U28/4).
"Karena, pengusaha sawit yang kehilangan pendapatan dari ekspor CPO akan mengompensasikan kerugian ke marjin harga produk turunan, termasuk minyak goreng. Apalagi, melihat harga CPO di pasar internasional naik 9% seminggu terakhir karena larangan ekspor," paparnya kepada wartawan, Jakarta, Kamis (28/4).
Baca Juga: Tok! Pelarangan Ekspor CPO dan Migor Mulai Berlaku Hari Ini, Mendag: Masyarakat Prioritas Utama
Lebih fatal lagi, jika pelarangan ekspor tersebut hanya berlaku singkat, sementara harga patokan CPO-nya tetap tinggi. Dengan begitu, minyak goreng kemasan yang masih menggunakan mekanisme pasar akan semakin mahal.
Faktor berikutnya, momentum Lebaran juga menjadikan permintaan sedang tinggi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan warung makanan.
Berkaca dari data neraca dagang per Maret 2022, nilai ekspor CPO mencapai US$3 miliar setara Rp43 triliun/bulan. Praktis, Bhima sebut, apabila pelarangan ekspor dilakukan selama sebulan penuh akan membuat nilai ekspor sebesar itu akan hilang. Pada gilirannya, hal ini juga bakal berimbas ke pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya, sekitar 12% dari total ekspor nonmigas nasional bersumber dari pengapalan CPO.
"Devisa yang hilang, justru mengalir ke pemain minyak nabati pesaing Indonesia seperti Malaysia misalnya yang menikmati limpahan permintaan, atau pemain soybean oil dan sunflower oil juga dapat rezeki," sebutnya.
Baca Juga: Pada Cuap-cuap Kritik Larangan Ekspor Minyak Goreng, Begini Loh Maksud Presiden Jokowi
Belum usai, fenomena yang sama juga bakal berdampak kepada keuangan negara yang kemungkinan turun, akibat melandainya pendapatan pajak dan PNBP. Bhima mengingatkan, hingga Maret 2022 penerimaan negara yang tinggi dikarenakan booming harga komoditas, salah satunya CPO.
Di kesempatan berbeda, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengatasi persoalan minyak goreng bisa membingungkan publik. Trubus menilai, kebijakan berubah-ubah itu menunjukkan tim di Istana Kepresidenan tidak bekerja secara optimal.
"Seharusnya Pak Jokowi punya Stafsus-Stafsus, ada KSP, ada Setkab, yang memberikan informasi yang akurat. Ini kesalahan tidak hanya Pak Jokowi, tapi bagaimana mekanisme prosedur itu diberikan kepada Presiden," kata Trubus.
Trubus melihat kepemimpinan seorang presiden harus tegas. Dengan kebijakan berubah-ubah, publik jadi dirugikan.
Sebelumnya Pemerintah menjelaskan ke publik terkait produk kelapa sawit yang masih diperbolehkan untuk diekspor yakni minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan Red Palm Oil (RPO). Namun dalam hitungan jam, aturan itu kembali direvisi dimana CPO serta RPO juga termasuk yang dilarang untuk diekspor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri