Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Paulus Tjakrawan menilai ungkapan 'kelangkaan' bukan istilah yang tepat untuk mengekspresikan isu minyak goreng yang terjadi belakangan. Menurutnya, kunci utama masalah tersebut bukanlah soal pasokan minyak goreng itu sendiri, melainkan harga dan mekanisme distribusi.
"Minyak goreng tidak pernah langka sebetulnya. Yang menjadi masalah adalah harga minyak goreng memang naik," ungkap Paulus saat diskusi virtual, Kamis (28/4/2022).
Baca Juga: GAPKI Ingatkan Kebutuhan Bahan Baku Migor Juga untuk Masyarakat Dunia
Dia menjelaskan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sempat digagaskan pemerintah yang memancing kelangkaan stok minyak goreng di pasaran. Pasalnya, para penjual migor telah mengumpulkan pasokan dengan harga beli di kisaran Rp20 ribu, namun kemudian mereka disuruh menjual dengan harga sekitar Rp11 ribu hingga Rp14 ribu.
"Siapa yang mau jual? Tidak ada. Mereka bisa rugi karena aturan mendadak menjadi Rp14 ribu. Makanya waktu [harga] dilepas kemarin dengan harga tinggi, ada lagi stoknya [migor]. Jadi, ini masalah harga, bukan masalah stok," pungkasnya.
Baca Juga: Tok! Pelarangan Ekspor CPO dan Migor Mulai Berlaku Hari Ini, Mendag: Masyarakat Prioritas Utama
Di sisi lain, mekanisme distribusi juga menjadi kendala dalam hal ini. Harga yang melambung tinggi serta minimnya pasokan migor di pasaran membuat sejumlah pihak tertentu memanfaatkan situasi ini untuk kepentingannya sendiri.
Distribusi migor yang berlangsung panjang, mulai dari pabrik kemudian ke distributor tingkat provinsi hingga pasar, membuka celah munculnya pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi.
"Jadi, ini soal mekanisme dan harga, bukan soal kelangkaan," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Ayu Almas