Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pelarangan Ekspor CPO Merugikan Petani dan Mengganggu Pemulihan Ekonomi

Pelarangan Ekspor CPO Merugikan Petani dan Mengganggu Pemulihan Ekonomi Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pelarangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya yang dimulai pada 28 April 2022 mendistorsi pasar, merugikan petani, dan mengganggu pemulihan ekonomi.

Kebijakan ini akan mengakibatkan banjir stok sawit domestik. Akibatnya, harga buah tandan segar akan terjun bebas dan hal ini akan merugikan petani sawit, sebagaimana disampaikan oleh Board Member Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arianto Patunru.

“Pelarangan ini juga akan mengganggu pemulihan ekonomi. Ekspor CPO dan turunannya punya porsi yang sangat besar dalam total ekspor Indonesia. Benar bahwa konsumsi hanya digeser dari pasar ekspor ke pasar domestik, tapi nilainya akan jauh lebih kecil. Dengan pelarangan ekspor, PDB kita akan turun. Dengan demikian proses pemulihan ekonomi dari hantaman Covid-19 akan terganggu,” tambahnya.

Baca Juga: Kebijakan Pelarangan Ekspor CPO Disangsikan Efektif Turunkan Harga Minyak Goreng

Ia juga menekankan dampak kebijakan ini terhadap perekonomian global karena Indonesia adalah ekportir utama CPO. Berkurangnya supply CPO akan menyebabkan kenaikan harga CPO global (dan sudah terjadi). Selanjutnya, hal ini akan menciptakan potensi adanya pengaduan ke WTO dan bahkan retaliasi oleh mitra dagang.

“Ujung-ujungnya, ia memberi kesan buruk atas perilaku Indonesia dalam pergaulan internasional. Padahal, Presidensi Indonesia pada G20 adalah peluang strategis untuk mempromosikan pemulihan ekonomi global,” tambahnya.

Ekonom Australian National University (ANU) ini menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan ini. Menurutnya, jika tujuannya mengendalikan harga minyak goreng, kebijakan yang mungkin lebih efektif adalah pajak ekspor untuk RBD palm olein.

Ia menyebut, pengenaan pajak ekspor lebih baik daripada Domestic Market Obligation (DMO), apalagi pelarangan ekspor secara total karena memunculkan pemasukan buat negara. Sementara DMO susah diawasi, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Namun, kalau memang harus menerapkan DMO, perlu transparansi dan pengawasan yang ketat.

"Pemerintah juga perlu mempertimbangkan segala aspek secara seksama dalam mengeluarkan kebijakan. Kesimpangsiuran kebijakan CPO ini mengurangi kepercayaan masyarakat atas kemampuan pemerintah mengambil keputusan publik. Kesimpangsiuran juga memunculkan ketidakpastian yang berdampak pada persepsi atas iklim investasi di Indonesia," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: