“Demikian juga dermaga 7 perairan kolam dermaga sangat dangkal, sehingga dermaga 5 dan dermaga 7 tidak bisa digunakan untuk kapal ukuran besar,” kata Dewan Pembina DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) ini.
Selain itu, tutur Bambang Haryo, ASDP yang memonopoli dermaga eksekutif mengoperasikan kapal-kapalnya yang berukuran kecil dengan kecepatan rendah.
“Ini sudah saya peringatkan kepada pemerintah agar dermaga eksekutif harus bisa diisi oleh kapal-kapal berukuran besar dan kecepatannya tinggi, yang begitu banyak dimiliki swasta,” ungkapnya.
Dia mengatakan, kapal-kapal swasta itu memenuhi syarat yakni ukuran besar dan kecepatan tinggi sehingga bisa menggantikan kapal-kapal ASDP di dermaga eksekutif agar kapasitas/daya tampungnya menjadi jauh lebih besar. Namun, hingga kini antisipasi tersebut tidak dilakukan.
“Dugaan monopoli ASDP di dermaga eksekutif juga sudah ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan diprotes YLKI, tetapi kelanjutannya hingga kini tidak jelas,” sebut Bambang Haryo, yang juga disapa BHS.
Menurut dia, anggapan keliru jika dikatakan jumlah kapal di Merak-Bakauheni kurang. “Yang benar adalah separuh lebih jumlah kapal di lintasan itu tidak dapat dioperasikan karena kesalahan pemerintah kurang berani menekan PT ASDP untuk segera membangun dermaga baru agar daya tampung bisa bertambah dengan memanfaatkan kapal-kapal yang menganggur saat ini,” tegasnya.
Anggota DPR RI periode 2014-2019 ini menilai manajemen ASDP amburadul dalam pengelolaan kepelabuhanan. Selain masalah dermaga, sistem tiket online yang dikelola ASDP juga bermasalah sehingga menyebabkan antrean panjang kendaraan dan memicu praktik percaloan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: