Antrean panjang kendaraan yang akan menyeberangi lintasan Merak-Bakauheni menjelang libur Lebaran tahun ini menunjukkan ketidaksiapan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) karena dianggap lalai mengelola pelabuhan penyeberangan tersebut.
Bambang Haryo Soekartono, tokoh masyarakat trasportasi nasional, mengatakan antrean panjang itu terjadi karena PT ASDP tidak segera membangun jumlah dermaga yang layak dan cukup untuk mengantisipasi jumlah kapal yang ada di lintasan tersebut.
“Di Merak-Bakauheni ada 74 kapal yang siap beroperasi, tetapi tidak lebih dari 40% saja yang tertampung di dermaga. Sisanya yang 60% kapal terpaksa mengganggur dan tidak bisa beroperasi,” ungkap Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur ini, Sabtu (30/4/2022).
Akibatnya, terjadi kapasitas mengganggur (idle capacity) yang sangat besar dan tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang ingin menyeberang. “Ini satu kesalahan manajemen transportasi, seharusnya pemerintah menekan ASDP segera membangun dermaga untuk antisipasi penambahan kapasitas angkut,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan, terjadi antrean panjang kendaraan menjelang Pelabuhan Merak hingga 19 km pada Jumat (29/4/2022).
Kemacetan parah tidak hanya terjadi di jalan tol, tetapi hingga jalan arteri menuju Merak. “Keadaan ini menunjukkan ASDP sebagai kaki tangan pemerintah gagal mengantisipasi lonjakan penumpang sebab selama ini lalai.”
Menurut Bambang Haryo, kekurangan dermaga yang terjadi selama ini mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak terangkut, serta kerugian bagi perusahaan pelayaran yang sudah menyiapkan kapalnya dengan baik tetapi tidak bisa dioperasikan.
Kondisi itu diperparah dengan tidak dapat dimanfaatkannya dermaga 5 secara maksimal karena beberapa dolphin di dermaga 5 Bakauheni mengalami kerusakan parah dan infrastruktur lainnya tidak layak.
“Demikian juga dermaga 7 perairan kolam dermaga sangat dangkal, sehingga dermaga 5 dan dermaga 7 tidak bisa digunakan untuk kapal ukuran besar,” kata Dewan Pembina DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) ini.
Selain itu, tutur Bambang Haryo, ASDP yang memonopoli dermaga eksekutif mengoperasikan kapal-kapalnya yang berukuran kecil dengan kecepatan rendah.
“Ini sudah saya peringatkan kepada pemerintah agar dermaga eksekutif harus bisa diisi oleh kapal-kapal berukuran besar dan kecepatannya tinggi, yang begitu banyak dimiliki swasta,” ungkapnya.
Dia mengatakan, kapal-kapal swasta itu memenuhi syarat yakni ukuran besar dan kecepatan tinggi sehingga bisa menggantikan kapal-kapal ASDP di dermaga eksekutif agar kapasitas/daya tampungnya menjadi jauh lebih besar. Namun, hingga kini antisipasi tersebut tidak dilakukan.
“Dugaan monopoli ASDP di dermaga eksekutif juga sudah ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan diprotes YLKI, tetapi kelanjutannya hingga kini tidak jelas,” sebut Bambang Haryo, yang juga disapa BHS.
Menurut dia, anggapan keliru jika dikatakan jumlah kapal di Merak-Bakauheni kurang. “Yang benar adalah separuh lebih jumlah kapal di lintasan itu tidak dapat dioperasikan karena kesalahan pemerintah kurang berani menekan PT ASDP untuk segera membangun dermaga baru agar daya tampung bisa bertambah dengan memanfaatkan kapal-kapal yang menganggur saat ini,” tegasnya.
Anggota DPR RI periode 2014-2019 ini menilai manajemen ASDP amburadul dalam pengelolaan kepelabuhanan. Selain masalah dermaga, sistem tiket online yang dikelola ASDP juga bermasalah sehingga menyebabkan antrean panjang kendaraan dan memicu praktik percaloan.
“Jadi jangan salahkan masyarakat kalau terjadi antrean panjang. Wajar masyarakat bingung karena persiapan pemerintah dan ASDP sangat kurang dan sosialisasi minim,” kata Ketua Ikatan Alumni ITS Surabaya ini.
Selain di Merak-Bakauheni, kemacetan panjang juga terjadi di lintasan Ketapang Gilimanuk. Penyebabnya juga sama, yakni kekurangan dermaga dan penerapan tiket online tidak berjalan dengan baik.
Di lintasan itu terdapat 54 kapal, namun 7 dermaga yang tersedia hanya mampu menampung maksimal 28 kapal. Sisanya nganggur dan harus lego jangkar menunggu giliran.
Bambang Haryo mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan standar pelayanan minimum (SPM) bagi pelabuhan-pelabuhan yang dikelola oleh ASDP, terutama menyiapkan dermaga yang cukup untuk bisa mengantisipasi dan menampung jumlah kapal yang beroperasi di lintasan tersebut.
“Selain itu, ASDP harus bisa memberikan pelayanan maksimum untuk penumpang ekonomi seperti yang dilakukan di moda transportasi udara tanpa harus dieksekutifkan. ASDP juga harus fokus di bidangnya, tidak perlu ikut-ikutan berbisnis yang bukan bidangnya,” tutup BHS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: