Aksi mula-mula dipicu oleh pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal surat Al Maidah Ayat 51. Dalam sekejap, pengutipan ayat yang dinilai melukai perasaan umat Islam itu mengundang reaksi protes massal di kalangan umat Islam perkotaan.
Alhasil, Ahok pun dianggap menistakan agama Islam dengan menghina Al-Quran dan ulama. Menyikapi situasi ini, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) di bawah pimpinan Bachtiar Nasir pun dibentuk. Tanggal 14 Oktober 2016, demontrasi bertajuk Aksi Bela Islam yang dimotori ratusan anggota Front Pembela Islam (FPI) di bawah komando Rizieq Shihab digelar di depan Balai Kota Jakarta. Mereka menyerukan agar Ahok ditangkap dan diadili.
Baca Juga: Singgung Islamofobia, Omongan Fadli Zon Gak Main-main Soal Cuitan Prof Budi Santosa, Simak!
Namun, Ia menilai aksi pertama tersebut dianggap nihil hasil sehingga kembali menggelar gerakan Aksi Bela Islam Jilid II pada 4 November 2016 (Aksi 411). Berbeda dengan Aksi Bela Islam Jilid I, kali ini gerakan dilakukan GNPF MUI bersama FPI dan ormas Islam lainnya. Puncak gerakan terjadi pada 2 Desember 2016 atau yang populer dengan sebutan Aksi 212. Aksi Bela Islam kembali didengungkan pada 11 Februari 2017, 21 Februari 2017, 31 Maret 2017 dan 5 Mei 2017.
Usai Aksi Bela Islam berjilid-jilid, masa gerakan islam politik kembali mengubah slogan gerakan menjadi Tamasya Al-Maidah.
"Jika gerakan sebelumnya lebih menuntut agar Ahok diproses hukum, maka gerakan baru ini lebih pada mengajak umat khususnya di wilayah DKI Jakarta untuk mengawal pencoblosan Pilkada DKI 2017," ungkapnya.
Baca Juga: Puan Cetuskan Islam Merah Putih, Dianggap Bisa Tangkal Agama Jadi Jualan Politik
Menariknya, kata Haris, Tamasya Al-Maidah ini sekaligus jadi momen kelahiran Presidium Alumni 212 di bawah kepemimpinan Sambo. Berdasarkan keterangan disampaikan Sambo, Tamasya Al Maidah ini dimaksudkan untuk mencegah Ahok memenangkan politik elektoral DKI Jakarta.
"Hasilnya pun cukup mengejutkan, Ahok yang kala itu boleh dibilang berada di atas angin kalah berduel dengan Anies-Sandiaga yang didukung kelompok populisme Islam," ungkapnya.
Kelompok pendukung populisme Islam ini terus memperkuat basis konsolidasi hingga menjelang Pilpres 2019. Mayoritas alumni 212 ini dapat dibilang secara politik menyalaurkan dukungan penuh terhadap pasangan Prabowo-Sandi yang saat itu vis-a-vis Jokowi-Ma'ruf Amin. Meskipun sosok yang dijagokan kalah dalam kontestasi perebutan posisi RI 01 dan 02, setidaknya pengaruh yang diberikan pada peta kekuatan politik nasional terbilang cukup besar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: