Bahkan, Jasper dalam The Art of Moral Protest menulis, pilihan atau perubahan strategi merupakan hal paling mendasar saat situasi mengharuskan untuk penyesuaian. Ia menyebut, hal itu dilakukan bergantung pada interaksi di antara beragam pemain/pihak untuk mendesain gerakan sosial sesuai kebutuhan dalam medan konflik.
Haris menilai apa yang dapat dihubungkan dari penjelasan teoretis di atas dalam konteks perubahan gerakan populisme Islam hari ini adalah upaya penyesuaian strategi gerakan merebut panggung elektoral pada Pemilu 2024 dengan cara yang yang lebih soft, terstruktur, dan undetected.
Baca Juga: Fahri Hamzah Murka Gegara Cak Imin Usul Calon Tunggal di Pilpres Nanti, Omongannya Menggelegar!
Perubahan startegi ini akan memberikan kejutan luar biasa pada Pemilu 2024. Banyak yang tidak menyangka bahwa populisme Islam bakal sukses menguasai arena politik pada Pemilu ke depan. Sebagaimana mereka juga telah berhasil membuat kaget publik dengan gerakan protes terbuka yang dilakukan secara masif menjelang Pemilu 2019 silam.
Jika sebelumnya mereka telah membuktikan mampu memberikan pengaruh kuat terhadap jalannya dinamika politik nasional, maka bukan tidak mungkin di momentum akan datang mereka akan jauh lebih baik dan lebih siap setelah belajar dari pengalaman kemarin.
Sementara itu, hal penting yang perlu dipahami terkait konstelasi politik (Islam) pada 2024 mendatang ialah hadirnya kekuatan "Hijau" Islam dan militer–satu warna dua bendera. Hijau Islam terutama, akan hadir sebagai kekuatan determinan dalam memainkan konstelasi perpolitikan nasional dan ini akan menjadi buruan sekaligus "magnet" bagi negara-negara berkepentingan seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Rusia.
Baca Juga: Salat Ied di JIS Disebut Buat Jualan Politik Identitas, Ini Respons Anak Buah Anies Baswedan, Simak!
Kekuatan Islam akan menjadi target utama negara-negara penguasa dunia untuk deal soal ongkos politik elektoral. Momentum ini akan menjadi penentu ke mana arah Islam politik akan datang. Berubahnya strategi konsolidasi dan mobilisasi kekuatan populisme Islam belakangan harus dibaca cermat bagaimana skenario ini dijalankan.Â
Haris menambahkan, kejutan besar akan terjadi di penghujung 2022 dan puncaknya pada 2023 guna mempersiapkan estafet kepemimpinan Indonesia pada 2024. Eskalasi konflik akan di-setting ulang.
"Ini semua masuk dalam mega skenario dan siapapun tidak akan mampu mengubah jalannya skema tersebut. Pengaruh the invisible professional hand sulit dicegah. Tinggal menunggu waktu untuk menyaksikan bagaimana skema ini berjalan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: