Menurut Gema selain itu, edukasi yang diberikan afiliator atau influencer ini menjadi sangat berbahaya dengan memberikan pernyataan bahwa “trading tidak ada yang pasti”. Walaupun trading bukanlah sesuatu yang pasti, namun ada organisasi nasional dan internasional dan terdapat nomenklatur yang menjadi standar dan perlu dipahami para trader.
Lebih lanjut, Gema juga menilai perilaku flexing yang sering memamerkan hasil dari main affiliatornya yang dilakukan para tersangka merupakan tindakan dinilai tidak mempunyai empati saat pandemic COVID-19 setiap masyarakat kesusahan.
“Hal ini memberikan kesan bahwa mencari duit merupakan hal yang mudah. Pada akhirnya, banyak pihak yang terjerumus dengan tujuan berharap memiliki kekayaan yang sama dengan para afiliator dan influencer tersebut,” ungkapnya.
Sementara itu dia juga mecermati kasus Robot Trading DNA Pro yang sebagai bukti bahwa pemahaman masyarakat terhadap literasi keuangan masih sangat minim. Dimana fix return 1% per hari merupakan hal yang sangat mustahil untuk dapat dicapai dengan mudah. Baca Juga: DPR Diminta Desak Pihak Berkompeten Keluarkan Aturan Robot Trading
“Berarti dapat dinilai literasi keuangan masyarakat kita rendah. Belum lagi untuk skema ponzi yang digunakan dimana para agen atau sales yang bisa melakukan berbagai cara untuk mencari agen atau ‘follower’ baru untuk mengembangkan bisnis DNA Pro. Perlu kita ketahui, bank-bank di Indonesia yang sudah terkenal kredibilitasnya hanya memberikan return mulai dari 2 – 8 % per tahun dan belum dipotong pajak,” papar dia.
Adapun kata dia, dengan pergerakan tersebut berada di posisi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saja hanya bergerak sekitar 17% (berdasarkan pergerakan harga tertinggi dan terendah tahun 2021).
Return reksadana saham di Indonesia per tahun saja berkisar 3 – 30 % (berdasarkan data tahun 2021). Artinya, secara rata-rata return dari investasi saham di bursa saham atau reksadana saham di Indonesia jauh lebih sedikit dari yang dijanjikan oleh Robot Trading DNA Pro.
“Inilah yang menyebabkan masyarakat atau banyak artis tergiur. Tanpa saya harus belajar, tanpa saya harus bekerja, dan tanpa saya harus menanggung risiko saya bisa cepat kaya dari investasi atau trading yang ia mainkan,” pungkasnya.
Padahal sudah dijelaskan bahwa Robot Trading DNA Pro juga telah melanggar pedoman dan aturan investasi yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Kuangan (OJK) dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 39/POJK.04/2014 yang dijelaskan apabila Manajer Investasi memasarkan produk reksa dana dengan Fix Return, Manajer investasi dapat dikenakan sanksi perdata, administratif dan pidana apabila terbukti memasarkan produknya dengan Fix Return.
“Kita tahu, bahwa jangankan aturan tentang pengelolaan dana, Robot Trading DNA Pro juga tidak mempunyai izin edar dari Kementerian Perdagangan dan juga tidak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), sehingga Robot Trading DNA Pro telah melanggar banyak aturan dan tidak layak untuk diikuti oleh masyarakat,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Widihastuti Ayu
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: