Khusus peran ulama, lanjut Harsam, bukan rahasia lagi bahwa ulama merupakan tokoh agama dengan jumlah pengikut yang besar sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap pemberian suara (voting).
Ulama adalah figur dengan basis massa yang pasti karena mayoritas adalah pemilik pondok pesantren atau memiliki jamaah dalam jumlah yang besar. Selain itu, pengaruh ulama juga tidak bisa dipandang sebelah mata karena ulama kerap menjadi subjek yang didengar, dituruti, dan diikuti setiap perkataan ataupun tindakannya.
Baca Juga: Pengamat Duga Koalisi Indonesia Bersatu untuk Ganjar, Jokowi dan Luhut Berperan
"Maka itu, tidak heran apabila suara ulama sangat menentukan,"tegasnya
Seperti diketahui, jumlah anggota Nahdlatul Ulama (NU) saja, berdasarkan survei yang dilakukan LSI Denny JA sebanyak 108 juta orang atau sekitar 49,5 persen dari 87 persen penduduk muslim di Indonesia.
"Dengan jumlah anggota sebanyak itu, tidak heran jika NU kerap jadi magnet bagi para kandidat untuk kepentingan kalkulasi suara di Pemilu,"katanya
Berkenaan dengan pertarungan ulama versus korporasi bisnis. Ia menuturkan sebetulnya, untuk menjelaskan potensi “perang terbuka” kedua kekuatan ini cukup mudah. Bahwa secara historis, ulama merupakan tokoh sentral umat muslim dalam memperjuangkan nasib kelompok islam marjinal.
Baca Juga: Ngaku Miris Soal Kunjungan Kerja Jokowi ke AS, Roy Suryo: Hasilnya? Ambyar!
Terkait marjinalisasi islam ini dengan cukup terang dan lugas diulas secara historis oleh Kuntowijoyo dalam An Evolutionary Approach to the Social History of the Umat Islam in Indonesia (1985). Dalam makalah tersebut dijelaskan bahwa proses marjinalisasi dan periferalisasi Islam di Indonesia telah terjadi bahkan pada masa negara agraris patrimonial Mataram.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: