Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Korporasi Bisnis dan Ulama Bakal Dominasi Ajang Pemilu 2024?

Korporasi Bisnis dan Ulama Bakal Dominasi Ajang Pemilu 2024? Kredit Foto: IndoNarator

Proses peminggiran kekuatan saudagar muslim dan juga kekuatan Islam pada umumnya terus berlangsung pada era kolonial Belanda hingga fase Indonesia merdeka. Problem histrois ini menempatkan kekuatan ulama dan Islam Indonesia pada umumnya berada pada posisi subordinat terhadap kekuatan pebisnis Tionghoa.

"Tarikan sejarah ini pula yang hingga kini masih terasa dalam dinamika sosial, politik dan terutama ekonomi,"katanya

Baca Juga: Ruhut Sitompul Ngaku Gak Tahu Menahu dan Salahkan Pembuat Meme Anies, Mega: Gak Ada Urusan!

Harsam juga mengakui bahwa pertarungan latensi antara ulama, saudagar muslim dan kekuatan Islam vis-a-vis korporasi bisnis yang mayoritas didominasi oleh nonpribumi adalah permasalahan klasik yang terjadi hingga kini. Pada momentum Pemilu, keduanya sebetulnya terlibat dalam perseteruan hebat, hanya saja gesekan ini seolah tak tampak karena sifatnya yang latensi.

"Kemungkinan perang terbuka kedua pihak akan terjadi pada Pilpres 2024,"imbuhnya

Perang antara ulama dan korporasi bisnis belakangan mulai terlihat pada prosesi pemilihan Ketua Pengurus Besar NU (PBNU) 2021-2026 pada Muktamar ke-34 di Lampung. Saat itu terdapat dua calon yang maju, mereka adalah Said Aqil Siradj (petahana) dan Yahya Cholil Staquf. Jika ditelaah, kedua figur memiliki latar belakang berbeda, terutama Said Aqil Siradj yang notabene memiliki relasi kuat dengan bisnis korporasi. Dengan demikian, majunya Said Aqil Siradj pada suksesi ketum PBNU kemarin sebetulnya sebuah gambaran tak kasat mata terkait perang antara korporasi bisnis versus NU.

Selain itu, pemicu lain perang antara ulama versus korporasi juga terletak pada janji pemberian konsesi lahan dari presiden Jokowi pada saat Kongres Umat yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 10-12 Desember 2021. Janji tersebut hingga kini belum ditepati. Sementara, pada kesempatan lain korporasi bisnis justru terus mengembangkan bisnis mereka dengan menyerobot lahan warga.

Baca Juga: Anies dan Ganjar Minggir Dulu, Ini Dia Pasangan Ideal yang Akan Didukung Jokowi di Pilpres 2024

Sebagaimana merujuk hasil evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2018, bahwa sebanyak 40,46 juta hektare lahan di kawasan hutan dikuasai oleh usaha besar, sedangkan masyarakat hanya 1,74 juta hektare.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: