Pemerintah memperkirakan penambahan subsidi BBM, LPG dan listrik berkisar antara Rp74,9. Selain itu ada kebutuhan untuk menambah biaya kompensasi bbm sebesar Rp234 triliun serta penambahan kompensasi listrik sekitar Rp41 triliun.
Kemuddian, naiknya berbagai kebutuhan barang konsumsi rumah tangga juga meniscayakan kenaikan anggaran perlindungan sosial bagi rumah tangga miskin.
Perkiraan pemerintah alokasi penebalan anggaran perlindungan sosial sekitar Rp18,6 triliun. Untuk memperkuat spending daerah, dan merujuk ketentuan bagi hasil, pemerintah memberikan tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp47,2 triliun. Namun pemerintah melakukan efisiensi dengan pengurangan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp12 triliun.
Baca Juga: Menkeu Sebut Rencana Defisit APBN 2023 Rp596,7 Triliun
Dengan sederet penambahan pos belanja diatas, lanjut Said, maka berdasarkan undang undang, cadangan belanja pendidikan secara konsekuensial juga naik pada kisaran Rp23,9 triliun. Penambahan beberapa pos belanja diatas juga berkonsekuensi menyerap tambahan penggunaan SAL sekitar Rp50 triliun. Perubahan perubahan ini berkonsekuensi pada perubahan pos belanja negara secara keseluruhan. Usulan pemerintah belanja negara menjadi sekitar Rp3.106 triliun
“Yang patut kita syukuri, penambahan beberapa pos belanja negara dapat kita penuhi dengan perkiraan pendapatan negara yang bertambah,” ujarnya.
Baca Juga: Kemenkeu: APBN 2022 Akan Tetap Ekspansif untuk Antisipasi Pandemi Covid-19
Pemerintah memperkirakan kenaikan pendapatan negara menjadi Rp2.266 triliun dari perencanaan semula pada APBN 2022 sebesar Rp1.846 triliun. Naiknya pendapatan negara disumbangkan dari penerimaan pajak maupun PNBP atas kenaikan berbagai komoditas ekspor yang menjadi andalan kita seperti; CPO dan batubara.
“Dengan perubahan komposisi pendapatan dan belanja negara, puji syukur defisit APBN kita sebagaimana usulan pemerintah malah bisa lebih rendah, dari semula 4,85 persen PDB menjadi kisaran 4,3 sampai 4,5 persen PDB. Lebih rendahnya perubahan rencana defisit tahun 2022 ini makin memudahkan pemerintah softlanding ke posisi dibawah 3 persen PDB pada tahun depan,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri