Kredit Foto: Kemenkeu
"Artinya, Pemerintah berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada APBN dan lebih banyak pada instrumen pembiayaan lainnya. Ini juga berarti bahwa Pemerintah berkomitmen untuk berinvestasi lebih banyak dalam kegiatan prabencana," ujar Febrio.
Di sisi lain, Pemerintah juga memiliki program Dana Bersama Bencana atau Pooling Fund Bencana (PFB) yang merupakan bagian dari DRFI. PFB dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dalam rangka memperkuat sinergi antara aksi perubahan iklim dan pengurangan risiko.
Baca Juga: Kemenparekraf Ajak Pelaku Pariwisata Turut Aktif Tanggulangi Bencana
"PFB memobilisasi dana, terutama pada tahap prabencana dari APBN, APBD, dan sumber daya lainnya, seperti sektor swasta, lembaga keuangan, masyarakat, negara mitra dan lain-lain. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai kegiatan terkait bencana pada tahap prabencana, darurat, dan pascabencana, termasuk pengalihan risiko dengan memperoleh produk asuransi untuk melindungi aset publik dan masyarakat kita yang rentan, seperti petani dan nelayan," jelas Febrio.
Adapun selama operasi awal, yaitu lima hingga tujuh tahun pertama, PFB akan fokus pada penghimpunan dana dan pembiayaan program mitigasi, kesiapsiagaan, dan pengurangan risiko, termasuk membayar premi untuk asuransi aset publik.
Baca Juga: Kemenkeu: Ketahanan Eksternal Indonesia Tetap Terjaga, Berikut Penjelasannya!
Skema pengalihan risiko dilakukan melalui penerapan asuransi barang milik negara (BMN) dan asuransi pertanian.
"Kami mulai mengasuransikan aset nasional kami pada 2019. Asuransi untuk gedung pemerintah, pusat pelatihan, dan fasilitas kesehatan terhadap risiko bencana adalah proyek percontohan. Sampai dengan hari ini, kami telah mengasuransikan 2.112 bangunan seluruh K/L dengan total nilai pertanggungan sekitar Rp17,05 triliun atau setara dengan USD1,03 miliar," tutup Febrio.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Ayu Almas