Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Presdir AXA Financial Indonesia: Asuransi adalah Bisnis untuk Manusia

Presdir AXA Financial Indonesia: Asuransi adalah Bisnis untuk Manusia Kredit Foto: AXA Financial Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Asuransi merupakan salah satu solusi yang ditawarkan kepada masyarakat untuk memberikan perlindungan jangka panjang, baik dari sisi kesehatan maupun keuangan. Bila menimbang fungsi dari asuransi, maka perusahaan perlu menempatkan kemanusiaan menjadi prioritas utama dalam mengembangkan produk-produknya. Sebab, asuransi itu sendiri lahir untuk menunjang kebutuhan manusia.

Pertimbangan tersebut diimplementasikan oleh Presiden Direktur AXA Financial Indonesia, Niharika Yadav. Perempuan yang telah memimpin perusahaan selama lebih dari tiga tahun itu menggarisbawahi bahwa asuransi merupakan bisnis yang berorientasi kepada kepentingan manusia.

“Saya sangat percaya bahwa kami berada di bisnis yang bukan bisnis korporasi, tetapi bisnis untuk manusia. Jadi bagi saya, manusia menjadi prioritasnya,” ujarnya saat berbincang dengan tim redaksi Warta Ekonomi beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Mandiri AXA General Insurance dan Bank Neo Commerce Berkolaborasi Menyediakan Layanan Finansial

Setelah dipercayakan untuk memimpin perusahaan di Indonesia, Niharika justru dihadapi dengan berbagai krisis dunia, termasuk Covid-19. Meski demikian, dia justru melihat kondisi ini sebagai kesempatannya untuk membangun bisnis yang memiliki ketahanan dan berkelanjutan.

Untuk memahami lebih jauh bagaimana Niharika Yadav melihat perkembangan dunia dan menyusun strategi-strategi untuk bisnisnya, simak percakapan Warta Ekonomi dengan Presdir AXA Financial Indonesia berikut ini.

Sudah tiga tahun sejak Anda dipercaya untuk memimpin AXA Financial Indonesia, bagaimana perkembangannya sejauh ini? Apa tantangan terbesar dalam memimpin perusahaan asuransi di Indonesia?

Benar, sudah lebih dari tiga tahun saya dipercaya untuk memimpin AXA Financial Indonesia dan itu telah menjadi perjalanan yang sangat memuaskan bagi saya. Saya kira, tiga setengah tahun belakangan, saya tidak hanya mendapatkan kesempatan untuk mengoperasikan perusahaan dengan agenda transformasi, tetapi juga berkesempatan untuk menghadapi semua krisis terbesar yang kita ketahui. Pandemi telah mengakselerasikan transformasi dan saya sangat bersyukur saya dapat mengembangkan dan mentransformasikan perusahaan serta menjaga para pekerja dan konsumen selama tiga tahun belakangan. Saya juga percaya tim saya juga menjalaninya dengan senang karena kami memiliki tujuan dan strategi yang jelas sehingga semua orang menjalankannya dan seluruh tim bekerja bersama.

Terkait tantangan industri, saya kira tantangan paling utama adalah minimnya kesadaran atau pemahaman yang utuh terhadap asuransi. Saya yakin Anda telah melihat seluruh komplain terhadap produk unit link dan regulasi yang kemudian hadir. Tapi saya kira, masalah utamanya adalah pemahaman konsumen soal perlindungannya.

Covid-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memiliki perlindungan kesehatan, namun bantuan dari BPJS masih belum cukup. Jadi, saya kira di Indonesia, termasuk dunia, kesadaran tentang polis asuransi telah meningkat, dan ini sesuatu yang baik bagi kami. Akan tetapi, masalahnya adalah pemahaman soal keuntungan dan tujuan dari polis itu sendiri, bukan melihat pada jangka pendeknya tetapi pada elemen proteksi dari produk terkait.

Saya kira, itu menjadi tanggung jawab kami, para pelaku asuransi, untuk menjelaskan dengan tegas tentang produk dan keuntungannya, apa yang dijanjikan, bagaimana proteksi dapat digunakan di waktu yang tepat dan untuk konsumen yang tepat.

Bertahun-tahun perusahaan asuransi memiliki tanggung jawab untuk menjual produk dengan pemahaman dan transparansi penuh untuk memastikan konsumen paham dan percaya terhadap industri [asuransi]. Jadi, ini tantangan yang saya lihat. Saya tidak melihat distribusi menjadi tantangan asuransi meskipun Indonesia adalah negara yang besar. Karena saat ini ada digital yang memungkinkan apa pun.

Saya pikir sampai akhirnya nanti konsumen memahami dengan jelas produk asuransi yang mereka butuhkan dan perusahaan mampu memfasilitasinya dengan baik, itu akan menjadi kesempatan terbesar untuk mengatasi tantangan yang ada. Tentu untuk mencapai ini semua konsumen harus memahami dengan baik produknya dan agen harus bisa menjelaskan apa yang ditawarkan oleh produknya.

Itu juga menjadi tantangan di Indonesia dan negara berkembang lainnya, yakni tentang rendahnya tingkat profesionalisme. Jadi sebenarnya, masih banyak yang perlu dilakukan untuk mengedukasi para agen kita. Karena di antara perusahaan asuransi dan konsumen, ada agen yang menjadi pembawa pesan di tengahnya. Mereka harus diedukasi sepenuhnya berdasarkan proposisi yang benar.

Menurut Anda, apa yang sebenarnya perlu dilakukan oleh industri untuk meningkatkan penetrasi asuransi di kalangan masyarakat?

Saya kira terkait penetrasi, sudah jelas bahwa kita harus meningkatkan inklusivitas asuransi agar penetrasi asuransi dapat meningkat. Kita perlu membuat akses untuk masyarakat dari golongan menengah ke bawah. Sebenarnya masih banyak yang perlu dilakukan, tetapi menurut saya, pemerintah perlu membuat akses untuk kelompok berpenghasilan rendah sebagai pelanggan baru.

Selain itu, untuk meningkatkan penetrasi asuransi saya rasa perlu melihat bagian bawah piramida, bukan bagian atasnya. Kita perlu memikirkan pelanggan baru yang berpenghasilan rendah. Bagaimana agar dapat memberikan layanan dan pengalaman proteksi kepada kelompok menengah. Saya rasa strategi inklusivitas asuransi dapat meningkatkan penetrasi asuransi. Jadi, pada satu sisi meningkatkan pemanfaatan layanan keuangan, di sisi lain kita juga membuat asuransi dapat diakses oleh kelompok yang berasal dari bagian bawah piramida.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: