IMF Sampai Bank Dunia Revisi ke Bawah Proyeksi Ekonomi Global, Ini Kata Menkeu!
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam paparan APBN KiTa yang digelar hari ini, Kamis (23/6/2022), menyampaikan bahwa saat ini IMF, World Bank, sampai dengan Bloomberg telah merevisi ke bawah proyeksi ekonomi dunia tahun 2022-2023.
IMF telah memproyeksikan ekonomi dunia tumbuh 3,6 persen, angka ini jauh lebih rendah sekitar 0,8 percentage point (pp) jika dibandingkan proyeksi sebelumnya yang di atas 4 persen. Kemudian, untuk tahun 2023 juga direvisi ke bawah 0,2 pp menjadi hanya 3,6 persen.
Baca Juga: Di Tengah Tantangan Global, BI Yakin Ekonomi RI Tetap Tumbuh 4,5-5,3% di 2022
Bank dunia atau World Bank memproyeksikan tahun 2022 ini proyeksi ekonomi global hanya di 2,9 persen atau dalam hal ini turun 1,2 pp. Sementara, tahun 2023 juga direvisi ke bawah dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 3 persen atau turun 0,2 pp.
Dari Bloomberg, kesepakatan di sana juga menunjukkan tahun 2022 pertumbuhan ekonomi dunia di angka 3,2 persen atau revisi ke bawah 0,1 pp; tahun 2023 di angka 3,2 persen atau revisi ke bawah sekitar 0,1 pp.
"Jadi, situasi kondisi pandemi yang terkendali dengan vaksinasi yang meluas dan kegiatan manufaktur, serta pemulihan ekonomi di banyak negara yang juga menimbulkan aktivitas ekonomi membaik, mengalami downside risks yang cukup signifikan. Inilah yang perlu kita terus monitor dan waspadai dan tentu kita respons," kata Menkeu Sri Mulyani dalam paparannya.
Menurutnya, dengan adanya pemulihan dan penanganan pandemi yang membaik, dapat dilihat bahwa kondisi perekonomian juga mulai aktif. Namun, terlihat adanya risiko baru. Risiko baru yang muncul di dalam perekonomian dunia tentu akan mengancam outlook atau proses pemulihan ekonomi Indonesia.
"Oleh karena itu, kita juga akan tetap memantau jumlah kasus maupun dari sisi vaksinasi untuk meyakinkan bahwa tahun 2022 ini kita betul-betul menuju kepada transisi endemi," tekan Sri Mulyani.
Ia juga mengatakan, beberapa downside risks dari ekonomi dunia yang pertama ialah berhubungan dengan pandemi karena di beberapa negara mereka merespons dengan melakukan policy yang sangat strict.
"Seperti halnya di Republik Rakyat Tiongkok dengan zero covid policy, mereka kemudian melakukan penutupan atau lockdown. Kemudian muncul dampak dari berlangsungnya perang di Ukraina, menimbulkan harga-harga komoditas yang meningkat disrupsi sisi supply yang pada saat pandemi sudah terjadi makin mengalami kendala yang berkepanjangan, dan ini menyebabkan tekanan inflasi Global yang meningkat," paparnya.
"Kondisi ini direspons dengan pengetatan moneter, dan pada saat yang sama banyak negara menghadapi ruang fiskal mereka yang sudah terpakai secara luar biasa pada pandemi yang lalu sehingga ruang fiskalnya makin terbatas. Ini adalah risiko baru yang menyebabkan kemudian berbagai lembaga Internasional melakukan apa yang disebut revisi ke bawah dari proyeksi ekonomi tahun 2022 dan bahkan 2023," terang Menkeu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum