Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat Blak-blakan Sebut Koalisi Indonesia Bersatu Masih Jalan di Tempat

Pengamat Blak-blakan Sebut Koalisi Indonesia Bersatu Masih Jalan di Tempat Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah) berjabat tangan dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (kanan) dan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa (kiri) usai menggelar pertemuan di Jakarta, Kamis (12/5/2022). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi lebaran dan pembahasan koalisi Bersatu (Beringin, Ka'bah, dan Matahari). | Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Manuver sejumlah partai menuju 2024 mulai terlihat. PAN, PPP, dan Golkar bahkan telah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu. Namun hingga kini, memang tidak banyak manuver dan gerakan yang diperlihatkan KIB selain dari pertemuan para ketua umum partai beberapa pekan yang lalu.

Menimbang sebagian besar partai masih terus bermanuver untuk menjajaki peluang kerjasama menyambut momentum 2024. Beberapa parpol, seperti Nasdem bahkan sudah menyebutkan nama calon presiden (capres) yang akan diusung, bahkan PKB dan pengurusnya yang sempat ditinggal sudah berkali-kali bertemu dengan Partai Gerindra.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro mengatakan, walaupun sampai hari ini baru KIB yang terbentuk sebagai wadah koalisi, namun dia melihat, KIB ini justru tak ada hal baru dalam beberapa pekan terakhir.

"Seharusnya, di titik inilah momentum KIB untuk melahirkan terobosan kembali terbuka karena banyak partai masih belum  sepakat secara resmi untuk berkoalisi," kata Agung kepada wartawan, Jumat (1/7/2022).

Baca Juga: Pengamat Ini Sebut Duet Anies Baswedan dan Puan Maharani Bisa Hentikan Polarisasi, Simak!

Dia melihat, PDIP sebagai parpol yang bisa maju sendiri dalam Pilpres, karena telah memenuhi ambang batas saja mulai bermanuver. Pascarakernas partai berlambang banteng ini melalui elit-elitnya mengkonfirmasi bahwa Puan Maharani (Puan) akan mulai bersafari politik.

"Safari ini untuk menjalin komunikasi dengan berbagai partai kecuali dengan Partai Demokrat dan PKS untuk meretas jalan bekerjasama," katanya.

Selain PDIP, situasi partai lain seperti Nasdem yang sudah menelurkan tiga nama capres. Rekomendasi Nasdem bersama Anies, Andika, dan Ganjar, juga masih tertahan untuk berkoalisi dengan Demokrat-PKS. Hal ini menjadi kuncian, pasca ketua umumnya, Surya Paloh menyampaikan gagasan Capres-Cawapres Pemersatu.

"Usulan capres pemersatu Nasdem, lewat paket Anies - Ganjar atau Ganjar-Anies. Padahal jamak diketahui oleh publik, Demokrat mengusung sosok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)  baik sebagai Capres atau Cawapres, walaupun PKS belum sampai bicara nama," ungkapnya.

Situasi lebih baik, justru sementara ini, ada di Gerindra-PKB, yang dalam beberapa kesempatan informal mulai mengenalkan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), karena koalisi ini ramping dan rasional. Maksudnya ramping, karena KIR atau koalisi Gerindra-PKB sudah mampu memenuhi presidential threshold dan rasional.

"Karena basis massa Gerindra yang nasionalis, dilengkapi oleh PKB yang didominasi kalangan santri. Artinya kemungkinan koalisi ini terbentuk sangat besar pasca KIB walaupun tak bisa dimungkiri  dinamika koalisi masih terus berlangsung," ujar Agung.

Karena itu melihat masih jalan di tempatnya KIB ini, Agung menyarankan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk merespon perihal ini. Pertama, soal visi, misi, program, dan inovasi kebijakan (baca : platform pilpres), karena ini menjadi jantungnya perubahan.

Dia mengingatkan, jangan sampai platform pilpres bersama koalisi ini hanya menjadi domain tim sukses seperti biasanya. Atau hal ini hanya bahan debat kandidat tanpa keterlibatan publik secara intensif di dalamnya lewat kampus, LSM/NGO kredibel, atau tokoh masyarakat sipil yang kompeten.

"Pembahasannya bisa dimulai dengan mengurai problem-problem kontemporer soal kemiskinan, pengangguran, melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, ancaman pasokan pangan akibat perang Rusia-Ukraina, terkait pemanasan global, perihal pandemi corona dan setelahnya, dan hal-hal lainnya yang dewasa ini menemani keseharian kita," paparnya.

Pembahasan soal platform pilpres ini semakin relevan untuk mengimbangi diskursus soal figur capres-cawapres yang hegemonik. Karena jika saat pemilu esok perdebatan yang muncul hanya sebatas figur capres-cawapres tanpa desain platform pilpres yang jelas serta kesinambungannya dari pemerintahan ke pemerintahan.

"Bila itu terjadi, maka sejujurnya kita sedang merencanakan kerusakan terstruktur, sistematis, dan masif bagi bangsa ini," imbuhnya.

Kedua, setelah usai pembahasan dan sosialisasi platform pilpres, maka berikutnya memilih siapa sosok capres-cawapres yang tepat. Karena platform pilpres harus diimplementasikan dan konsekuensinya dibutuhkan figur capres-cawapres yang berkualitas.

"Jangan sampai di balik logikanya, platform pilpres harus menyesuaikan figur capres-cawapres, jika tak ingin muncul kesan eksklusif," ujar Agung.

Baca Juga: Eks "Pasukan" Jokowi Mulai Merapat ke Anies Baswedan, Analisis Rocky Gerung Tajam Singgung Oligarki: Persiapan Menuju Istana!

Bila perlu dibuat uji publik terbatas dalam panggung konvensi capres-cawapres rekomendasi baik dari Golkar, PAN, dan PPP. Ini demi memastikan bahwa pilihan yang nanti ditetapkan KIB memang sesuai kriteria.

Arahan ini setidaknya bisa menciptakan panggung elektoral yang atraktif bagi koalisi maupun serta meminimalkan anggapan bahwa koalisi ini hadir untuk mengakomodasi kepentingan di luar KIB pasca hadirnya Koordinator Projo.

Ketiga, KIB bisa mereduksi polarisasi di masyarakat di luar gagasan perlunya banyak koalisi. Yakni dengan mengajak partai atau koalisi lain untuk mendesain pemilu yang lebih baik, misalnya lewat revisi aturan untuk 1 putaran pilpres (single mayority).

Perlu juga menyampaikan ajakan penegakan aturan sangat tegas oleh aparat. Hal ini penting untuk memastikan tak ada kampanye hitam sebagaimana dua kali pemilu sebelumnya baik di media sosial maupun saat kampanye berlangsung hingga hari H pencoblosan.

"KIB perlu terus bergerak strategis, agar koalisi ini tak sekedar kumpulan partai yang tak solid, karena tak membawa platform pilpres yang jelas. Padahal Golkar, PAN, dan PPP memiliki misi besar institusional memperbaiki kursi di parlemen dan di saat sama terjadi efek ekor jas (coattail effect) dari paket capres-cawapres yang diusung," paparnya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: