- Home
- /
- News
- /
- Megapolitan
Tanggapi Kebijakan Pemprov DKI Ubah 22 Nama Jalan, Pengamat: Ada Kelebihan dan Kekurangannya
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Adib Miftahul menyebut tokoh publik yang berpotensi dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sarat dengan nilai politis dalam penetapan kebijakan. Adib menilai, suka tidak suka, kebijakan yang diambil tokoh publik tersebut dijadikan sebagai komoditas politik.
"Kebijakan yang dikeluarkan orang-orang semacam Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Prabowo Subianto sekalipun intinya adalah tokoh-tokoh yang potensial masuk di bursa capres dan cawapres, suka atau tidak suka pasti akan dijadikan komoditas politik karena memang stafnya sudah mulai [bermanuver] gitu," kata Adib pada Warta Ekonomi, Rabu (6/7/2022).
Baca Juga: Gubernur Anies Baswedan Harap Simak! Pengamat Ini Beri Saran Atasi Polemik Perubahan Nama Jalan
Berkenaan dengan hal tersebut, Adib menilai kebijakan Pemprov DKI Jakarta terkait dengan perubahan 22 nama jalan mengandung muatan politis. Menurutnya, hal tersebut juga berlaku pada nama-nama tokoh lain.
Kendati demikian, Adib mengatakan bahwa ada parameter politik yang berlaku secara tidak langsung di Indonesia. Adib menilai parameter tersebut mengacu pada wilayah tertentu. "Memang yang seksi ini kan ada parameter gitu kan DKI, Jateng, Jabar, Jatim gitu kira-kira," papar Adib.
Berkaitan dengan perubahan 22 nama jalan dan keinginan Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta yang ingin menerapkan beberapa kebijakannya, Adib melihat bahwa ada upaya menghadirkan kebanggaan masyarakat DKI akan tokoh bersejarah yang berpengaruh di Jakarta.
"Kalau saya melihat dari sisi kebaikannya dulu adalah bahwa ini bagian dari upaya menghadirkan sebuah kebanggaan, penghargaan kepada para tokoh, penghargaan kepada para pahlawan yang memang Jakarta itu multikultural gitu kan, kultur Betawi tidak bisa dinafikan sebagai cikal-bakal kota Jakarta," jelas Adib.
Kendati demikian, Adib memaparkan bahwa terdapat kelemahan yang justru dinilai mempersulit masyarakat yang terdampak dari kebijakan perubahan 22 nama jalan. Adib menilai, Anies Baswedan beserta birokrasi melupakan hal penting seperti perubahan administrasi kependudukan.
Adib juga menilai bahwa kurangnya komunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi salah indikator terjadinya persoalan baru dari kebijakan tersebut.
"Jangan lupa ketika Anda mengubah nama jalan itu akan punya efek domino yang luar biasa. Perubahan soal misalnya surat-surat kendaraan, KTP, yang lebih parah kan ini hak atas tanah seperti sertifikat. Apalagi Pak Anies mungkin lupa kita bikin sertifikat ini kan bukan sebentar, proses njelimet, keabsahan untuk segala macam juga lama, apalagi kasus-kasus dugaan mafia tanah ini banyak," katanya.
Berdasarkan hal tersebut, Adib menilai wajar jika berbagai pihak menentang kebijakan tersebut. Dia juga menilai bahwa kebijakan tersebut sarat unsur politis, mengingat Anies Baswedan masuk dalam bursa calon presiden di 2024.
"Lagi-lagi kasus ini pasti arahnya banyak juga nanti dibaca dalam ranah-ranah politik gitu, kecuali birokrasinya mungkin siap," paparnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum