Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ganja Medis untuk Pengobatan Tetap Tak Direkomendasikan, Ini Alasannya

Ganja Medis untuk Pengobatan Tetap Tak Direkomendasikan, Ini Alasannya Kredit Foto: Antara/Rahmad
Warta Ekonomi, Jakarta -

Polemik usulan wacana legalisasi ganja untuk tujuan medis menguat beberapa waktu terakhir. Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Apt. Zullies Ikawati, tidak setuju terhadap upaya legalisasi ganja meski dengan alasan medis.

Sebab, ganja yang digunakan dalam bentuk belum murni seperti simplisia atau bagian utuh dari ganja masih mengandung senyawa utama tetrahydrocannabinol (THC) yang bersifat psikoaktif. Artinya, bisa memengaruhi kondisi psikis pengguna.

Kemudian bagian utuh dari ganja menyebabkan ketergantungan dan berdampak kepada mental pengguna. Ia menekanan ganja sebagai tanaman serta bagian-bagiannya mestinya tetap tidak bisa dilegalisasi untuk ditanam apalagi diperjualbelikan

“Karena masuk dalam narkotika golongan 1,” tegasnya, kemarin. Ia menyampaikan yang dapat dilegalkan atau diatur merupakan senyawa turunan ganja seperti kanabidiol yang tidak memiliki aktivitas psikoaktif. Senyawa ini dapat digunakan sebagai obat dan bisa masuk dalam narkotika golongan satu atau tiga.

Misalnya penggunaan ganja medis dari obat-obatan golongan morfin. Morfin berasal dari tanaman opium yang menjadi obat legal melalui resep dokter. Biasanya digunakan dalam pengobatan nyeri kanker yang sudah tidak merespons lagi terhadap obat analgesik lainnya.

Meski begitu, morfin tetap masuk dalam narkotika golongan satu karena berpotensi penyalahgunaan yang besar. Demikian halnya dengan tanaman ganja.

Sementara itu senyawa ganja lainnya yakni kanabidiol yang memiliki efek anti kejang, tidak bersifat psikoaktif. Zullies menekankan ganja medis bukanlah menjadi obat satu-satunya yang bisa mengatasi kejang pada tubuh seseorang.

Karena itu ganja medis disarankan sebagai obat alternatif atau bukan obat utama apabila obat lain sudah tidak berefek bagi pasien. “Jadi saya pribadi Say No untuk legalisasi ganja walau dengan alasan memiliki tujuan medis. Komponen ganja yang bersifat obat seperti kanabidiol bisa digunakan sebagai obat, namun jadi alternatif terakhir,”tegasnya.

Baca Juga: Ma’ruf Amin Buka Peluang Legalisasi Ganja untuk Medis

Proses legalisasi menjadi obat, lanjutnya, harus dilakukan mengikuti kaidah pegembangan obat. Legalisasi harus didukung dengan adanya data-data uji klinis terkait, dalam bentuk obat yang terukur dosisnya, serta didaftarkan ke BPOM.

‘Untuk ganja tidak bisa menggunakan regulasi seperti obat herbal lainnya yang tidak mengandung senyawa psikoaktif,”pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Bagikan Artikel: