Menguatnya kedua komponen perdagangan internasional ini mendorong surplus neraca perdagangan bulan Juni sebesar US$5,09 miliar, terutama ditopang oleh sektor nonmigas yang mencatatkan surplus sebesar US$7,23 miliar, sedangkan sektor migas mengalami defisit sebesar US$2,14 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 26 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia tahun berjalan tercatat surplus sebesar US$24,88 miliar.
"Kinerja neraca perdagangan menunjukkan bahwa kenaikan ekspor mampu menyerap risiko kenaikan harga komoditas global di sisi impor," sambung Febrio.
Pemerintah menyadari bahwa kinerja yang tetap kuat pada perdagangan internasional Indonesia ini terjadi di saat dunia sedang dihadapkan pada berbagai risiko global, di antaranya berupa risiko krisis pangan dan energi, tekanan inflasi, dan penurunan kinerja ekonomi Tiongkok. Pemerintah terus mengantisipasi dan menyiapkan mitigasi risiko-risiko ini salah satunya dengan APBN.
“Pemerintah akan terus menggunakan APBN sebagai instrumen sentral dalam upaya mitigasi berbagai risiko agar dampaknya tidak sampai ke masyarakat, seperti melalui kebijakan subsidi dan perlindungan sosial untuk masyarakat miskin dan rentan. Selain itu, penguatan belanja prioritas, seperti untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur juga terus dilakukan untuk penguatan produktifitas dan peningkatan kapasitas produksi perekonomian nasional,” tutup Febrio.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: