Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga, KSSK Tetap Waspadai Tekanan Global

Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga, KSSK Tetap Waspadai Tekanan Global Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
Warta Ekonomi, Jakarta -

Stabilitas sistem keuangan (SSK) berada dalam kondisi yang masih terjaga, di tengah tekanan perekonomian global yang meningkat, sebagai akibat berlanjutnya perang di Ukraina, tekanan inflasi global, serta respons pengetatan kebijakan moneter global yang lebih agresif.

Resiliensi SSK triwulan II 2022 menjadi pijakan KSSK untuk tetap optimis dengan terus mewaspadai seluruh tantangan dan risiko yang dihadapi.

Demikian ditekankan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Berkala KSSK III tahun 2022 pada Jumat (29/7/2022) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta.

Sri Mulyani menuturkan, pertumbuhan ekonomi global diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, disertai meningkatnya risiko stagflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global. Tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasokan, diperparah oleh berlanjutnya perang di Ukraina, serta meluasnya kebijakan proteksionisme, terutama pangan. Baca Juga: Dampak Inflasi Global, Pendapatan Meta Merosot untuk Pertama Kalinya

"Berbagai negara, terutama Amerika Serikat (AS) merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Senin (1/8/2022).

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India, diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yang disertai dengan meningkatnya kekhawatiran resesi di AS. Bank Dunia dan IMF merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan global tahun 2022, masing-masing dari 4,1% menjadi 2,9% dan dari 3,6% menjadi 3,2%.

Kendati begitu, perbaikan perekonomian domestik pada triwulan II 2022 diproyeksikan terus berlanjut, ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi serta kinerja ekspor. Berbagai indikator dini pada Juni 2022 tercatat tetap baik. Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 15,4% (yoy).

"Kinerja sektor manufaktur tetap positif sebagaimana tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih ekspansif di level 50,2 dan menguat kembali pada Juli 2022 ke level 51,3. Konsumsi listrik baik industri maupun bisnis juga tumbuh positif," paparnya.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat ke level 128,2 dari posisi Maret 2022 di level 111,0 yang menunjukkan optimisme masyarakat terhadap prospek pemulihan ekonomi. 

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap kuat, di tengah meningkatnya tekanan terhadap arus modal. Transaksi berjalan triwulan II 2022 diproyeksikan mencatat surplus, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus pada triwulan I, terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan, sejalan dengan masih tingginya harga komoditas global. Pada Juni 2022 surplus neraca perdagangan tercatat mencapai USD5,09 miliar dan selama triwulan II 2022 mencapai USD15,55 miliar. 

Neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan tetap terjaga didukung oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Sementara itu, investasi portofolio pada triwulan II 2022 mencatat net inflow sebesar USD0,2 miliar. Namun demikian, memasuki triwulan III 2022 (hingga 28 Juli 2022), investasi portofolio mencatat net outflow sebesar USD2,05 miliar sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.

Sementara itu, posisi cadangan devisa akhir Juni 2022 masih tetap kuat, tercatat sebesar USD136,4 miliar, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor. Baca Juga: Ancaman Krisis Global Membayangi, Bagaimana Peluang Investasi di Semester II?

"Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang negara-negara lainnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Hingga 28 Juli 2022, secara year to date (ytd), nilai tukar Rupiah melemah 4,55%, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara di kawasan, seperti Malaysia (6,46%), India (6,80%), dan Thailand (9,24%)," pungkasnya.

Sementara itu, perkembangan inflasi domestik perlu terus dicermati. Laju Inflasi menunjukkan tren meningkat karena tingginya tekanan sisi penawaran seiring dengan kenaikan harga komoditas dunia dan gangguan pasokan domestik. Laju inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), meningkat dibandingkan Juni 2022 yang tercatat 4,35% (yoy) dan akhir triwulan I di level 2,64% (yoy).

"KSSK akan terus mencermati perkembangan berbagai faktor risiko baik global maupun domestik dan melakukan langkah-langkah kebijakan yang terkoordinasi untuk menjamin optimalisasi dan efektivitas kebijakan dalam menjaga SSK serta mendukung penguatan pemulihan ekonomi," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: