Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Polemik Kenaikan Tarif Masuk Pulau Komodo, DPR: Tunda Dulu!

Soal Polemik Kenaikan Tarif Masuk Pulau Komodo, DPR: Tunda Dulu! Kredit Foto: Antara/Kornelis Kaha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda menanggapi polemik tarif masuk Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) seharga Rp 3,75 juta. Menurutnya, keputusan tersebut perlu ditunda, mengingat banyaknya warga, pelaku pariwisata, dan wisatawan yang merasa dirugikan.

"Harus ditunda agar tidak merugikan masyarakat Labuan Bajo yang menjadi pelaku wisata. Kami memahami tujuan pemerintah menjadikan kawasan ini sebagai destinasi wisata super prioritas, tetapi apalah gunanya kebijakan tersebut jika malah merugikan masyarakat," ujar Huda lewat keterangannya, Rabu (3/8/2022).

Menurut dia, konsep destinasi wisata super prioritas memang ditujukan untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kelas dunia. Kebijakan tersebut akan memperbaiki  level infrastruktur, kualitas jaringan telekomunikasi, dan produk ekonomi kreatif hingga kualitas sumber daya manusia di lima kawasan destinasi wisata super prioritas, yakni Borobudur, Likupang, Mandalika, Danau Toba, dan Labuan Bajo. Namun, yang justru muncul ke permukaan adalah kegaduhan mengenai tarif tiket yang mahal.

"Kenapa bukan persoalan progres pembangunan, termasuk model pengakomodasian kepentingan warga yang menjadi selama ini menjadi pelaku wisata di kawasan tersebut," ujar Huda.

Hal tersebut menandakan adanya komunikasi yang buruk dari pemerintah terhadap kebijakan wisata super prioritas tersebut. Akibatnya, masyarakat gaduh akibat hal tersebut, tanpa mendapatkan penjelasan terkait tujuannya.

Termasuk adanya isu mengenai masuknya perusahaan besar di Taman Nasional Komodo yang nantinya memonopoli layanan penyediaan jasa wisata alam. Serta, penyediaan jasa sarana wisata.

"Berdasarkan informasi yang disampaikan kepada kami ada setidaknya empat perusahaan besar yang secara eksklusif mengelola bisnis layanan jasa maupun sarana wisata di Taman Nasional Komodo. Kalau benar demikian pasti warga yang menjadi pelaku wisata akan tersingkirkan karena harus melawan kekuatan modal yang begitu besar," ujar Huda.

Pengembangan wisata super prioritas di Indonesia tak boleh sama sekali meminggirkan peran masyarakat sekitar. Harus ada skema yang jelas antara warga lokal dengan pihak ketiga yang terlibat dalam pengembangannya.

"Sekali lagi tujuan pengembangan destinasi super prioritas juga untuk kepentingan warga lokal. Kalau mereka punya aspirasi harusnya hal itu didengar dan diakomodasi. Jangan malah menggunakan langkah represif untuk membungkam mereka," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: