Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Simak! ini Pokok-Pokok yang diatur OJK dalam POJK Fintech Terbaru

Simak! ini Pokok-Pokok yang diatur OJK dalam POJK Fintech Terbaru Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Guna memperkuat operasional industri Fintech P2P Lending, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi  (POJK LPBBTI/ POJK Fintech P2P Lending).

POJK LPBBTI ini dikeluarkan untuk mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi.

POJK ini juga merupakan penyempurnaan dari POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016) dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen. Lalu seperti apa pokok-pokok yang diatur dalam POJK teranyar tersebut?

Deputi Komisioner Pengawas IKNB 2 OJK Moch. Ihsanuddin mengatakan, dalam aturan baru ini, penyelenggara Fintech dinyatakan sebagai lembaga jasa keuangan lainnya dan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Baca Juga: Punya Aturan Baru, OJK Beri Sinyal Cabut Moratorium Perizinan Fintech

Beleid ini juga mengatur kepemilikan asing maksimal 85% dari modal disetor. Adapun batasan kepemilikan asing tidak berlaku bagi Penyelenggara yang merupakan perseroan terbuka dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek.

"Sementara untuk permodalan, modal disetor minimal Rp25 miliar pada saat pendirian, jauh lebih tinggi dibandingkan aturan sebelumnya yang sebesar Rp2,5 miliar. Sedangkan sumber dana dilarang berasal dari kegiatan APU PPT dan pinjaman. Penyelenggara juga wajib menjaga ekuitas sebesar Rp12,5 miliar, dan peniadaan proses pendaftaran bagi calon Penyelenggara," ujarnya saat Media Briefing secara virtual di Jakarta, Kamis (4/8/2022).

Lebih lanjut katanya, POJK ini juga mengatur penguatan proses kelembagaan yang sebelumnya tidak diatur seperti peningkatan modal, peleburan dan penggabungan, dan kepailitan. Kemudian locked up period bagi penyelenggara untuk melakukan perubahan kepemilikan 3 tahun setelah memperoleh izin.

Ihsanuddin membeberkan, bagi nyelenggara kegiatan usaha dengan prinsip syariah dilakukan secara full fledged. Lalu, batas maksimum pendanaan kepada setiap penerima dana adalah sebesar Rp2 miliar.

Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan. Kecuali LJK dapat memiliki sebesar 75% dari outstanding berjalan pada akhir bulan. Kemudian batas maksimum manfaat ekonomi (bunga) Pendanaan ditetapkan oleh OJK.

"Dan, sistem elektronik yang digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya wajib mimiliki, dikuasai, dan dikendalikan oleh penyelenggara," tambah Ihsanuddin.

Selain itu, POJK LPBBTI ini juga mengatur soal tingkat kualitas pendanaan yang dibagi dalam lima kategori yakni Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.

Tak hanya itu, POJK ini juga menekankan penerapan tata kelola yang baik. Untuk itu, calon pihak utama wajib memperoleh persetujuan dari OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya sebagai Pihak Utama melalui PKK, pembentukan unit internal audit, dan sertifikasi finansial teknologi bagi dewan komisaris, anggota direksi, dan 1 tingkat di bawah direksi. Baca Juga: Waspadai Serangan Siber, OJK Minta Perbankan Lakukan ini

Yang terakhir, tak lupa OJK juga meningkatkan perlindungan konsumen melalui transparansi. Bentuk transparansi ini diantaranya mencantumkan secara jelas nama penyelenggara pada kantor pusat, kantor selain kantor pusat, dan sistem Elektronik. Kemudian mencantumkan koordinat GPS kantor pusat dan kantor selain kantor pusat pada laman penyelenggara mengenai lokasi.

"Untuk sistem elektronik yang digunakan oleh penyelenggara wajib paling sedikit memuat nama penyelenggara; logo; nama Sistem Elektronik; profil seluruh Direksi, Dewan Komisaris, DPS, dan pemegang saham Penyelenggara; kinerja Pendanaan; dan informasi bahwa penyelenggara diawasi oleh OJK," imbuh Ihsanuddin.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: